Semasa kecil dulu, kita sering kali diceramahi, di sekolah, di musholla, di langgar dan di surau-surau tempat kita mengaji, tentang kengerian neraka dan kenikmatan surga. Tentang azab-azab yang digambarkan sebagai seterika panas raksasa yang menggerus punggung-punggung kaum durhaka. Tentang surga, yang meskipun tak bisa dibayangkan, tetap saja dibangun sebuah gambaran seperti kebun-kebun anggur, sungai-sungai susu, dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.
Berbagai ajaran memenuhi ruang hidup kita hingga dewasa. Kita diantarkan menjadi dewasa dengan dogma, doktrin, ajaran, anjuran, perintah, juga larangan.
Anjing itu najis dan haram. babi itu najis dan haram. Begitu juga dengan alkohol, haram dan memabukkan.
Jika tak sengaja terjilat anjing milik tetangga, perasaan resah dalam dada kita bukan kepalang besarnya. Digosok tujuh kali dengan tanah, disiram dengan air dan dibersihkan berulang-ulang, seolah liur anjing telah meresap ke dalam pori-pori kita. Begitu juga dengan daging babi. Jauh-jauh kita membentengi diri. Makanan harus bebas dari unsur babi. Membeli kudapan, jangan sampai ada yang digoreng dengan minyak babi. Jika suatu kali makanan kita tercampur tanpa sengaja lalu kita mengetahuinya, seolah kita sudah pasti masuk neraka. Dan itulah yang sebenarnya membuat kita resah. Neraka.
Tapi sayangnya, kita tumbuh dan dewasa tanpa diantar dengan ajaran-ajaran yang jauh lebih vital sifatnya. Kita tidak diajarkan, betapa membuka aurat untuk laki-laki dan perempuan, sama berat larangannya. Kita tidak diajarkan, betapa berbuat buruk dan bohong, azab juga balasannya. Kita tidak diajarkan, mencuri dan mengambil hak orang lain, juga neraka imbalannya.
Dan hari ini kita menemui fenomena yanga mengerikan. Kita lebih takut dijilat anjing daripada membuka pusar dan aurat di jalanan. Kita lebih khawatir dengan unsur babi daripada memakan hak orang lain dan mencuri. Kita lebih takut pada sesuatu yang berimbas personal daripada hal yang berakibat massal.
Bukan berarti menganjurkan najisnya anjing dan haramnya babi tidak penting lagi. Tapi seharusnya, kita mengajarkan juga mencuri, korupsi, berbuat buruk, dan berbohong adalah perbuatan nista, yang berat juga balasannya.
Bukan juga menganggap haramnya alkohol menjadi nomor dua. Tetapi seharusnya kita juga mengajarkan, membuka aurat dan berbuat munafik, neraka juga balasannya. Dengan begitu, semoga kita mampu menjaga anak cucu dari jilatan api yang tak satu pun manusia siap menanggungnya. Amin.
(SABILI NO.21 TH.XII 5 MEI 2005/26 RABIUL AWAL 1426)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar