Jumat, 10 Oktober 2008

Perempuan Cahaya di Taman Dzikir : Helvy Tiana Rosa

Panas matari, hujan air mata rindu,
menyemai taman zikir, taman doaku
mawar-mawar yang Kau kirimkan padaku, Kekasih,
tumbuh merekah hiasi hamparan sajadah
yang terus memanjang pada sisa kala


Di taman zikir, taman hening yang mawar itu
kutemui ribuan perempuan cahaya
Rabi'ah, Syarafunnisa
menjelangMu tergesa
tapi rengkuhlah aku, Kekasih,
sahaya yang resah merindu
telah kutumpukkan awan-awan asa itu
dan kudekap pelangi mahabbah
aku fana yang memanjati langit ma'rifatMu


di taman zikir, taman doa, taman nafasku
di tengah perempuan-perempuan cahaya
aku menjaga dengan airmata
nyala masa yang tersisa
demi hasrat abadi itu


biarkan, Kekasih
kupenuhiku denganMu
berharap jadi mawarMu
jadi lautMu
tanpa kenal kata "sampai ajal"


sungguh,
telah Kau fanakan diriku, Kekasih
tapi tidak cintaku padaMu
sebab di taman zikir, taman doa
taman nafasku
cinta kita, Kekasih
adalah baqa

Allah Mengajarkan Cinta

Pernahkah hatimu merasakan kekuatan mencintai
Kamu tersenyum meski hatimu terluka karena yakin ia milikmu,
Kamu menangis kala bahagia bersama karena yakin ia cintamu
Cinta melukis bahagia, sedih, sakit hati, cemburu, berduka
Dan hatimu tetap diwarnai mencintai, itulah dalamnya cinta

Pernahkah cinta memerahkan hati membutakan mata
Kepekatannya menutup mata hatimu memabukkanmu sesaat di nirwana
Dan kau tak bisa beralih dipeluk merdunya nyanyian bahagia semu
Padahal sesungguhnya hanya kehampaan yang mengisi sisi gelap hatimu
Itulah cinta karena manusia yang dibutakan nafsunya

Cinta adalah pesan agung Allah pada umat manusia
DitulisNya ketika mencipta makhluk-makhlukNYA di atas Arsy
Cinta dengan ketulusan hati mengalahkan amarah
Menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasulnya
Dan saat pena cinta Allah mewarnai melukis hatimu,
satu jam bersama serasa satu menit saja

Ketika engkau memiliki cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Illahi
Membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan RasulNya
Namun saat cinta di hatimu dikendalikan dorongan nafsu manusia
Alirannya memekatkan darahmu membutakan mata hati dari kebenaran

Saat kamu merasakan agungnya cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi pembuktian pengabdian cinta tulusmu
Memelukmu dalam ibadah menuju samudra kekal kehidupan tanpa batas
Menjadi media amaliyah dan ketundukan tulus pengabdian kepada Allah
Itulah cinta yang melukis hati mewarnai kebahagiaan hakiki

Agungnya kepatuhan cinta Allah bisa ditemukan dikehidupan alam semesta
Seperti thawafnya gugusan bintang, bulan, bumi dan matahari pada sumbunya
Tak sedetikpun bergeser dari porosnya, keharmonisan berujung pada keabadian
Keharmonisan pada keabadian melalui kekasih yang mencintai
Karena Allah adalah kekasih Zat yang abadi

Cintailah kekasihmu setulusnya maka Allah akan mencintaimu
Karena Allah mengajarkan cinta tulus dan agung
Cinta yang mengalahkan Amarah menebarkan keharmonisan
Seperti ikhlas dan tulusnya cinta Rasul mengabdi pada Illahi
Itulah cinta tertinggi menuju kebahagiaan hakiki

Sumber: Allah Mengajarkan Cinta oleh Eko Jalu Santoso, Cibubur - Pebruari 2005.

Yang Datang dan Yang Pergi

Jam Dinding menunjukan pukul dua belas malam tepat. Entah kenapa tiba-tiba aku terbangun. Kutatap dalam-dalam wajah istriku yang masih lelap dalam tidurnya. Kubelai perlahan anak-anak rambut yang tergerai didahinya. Kamu cantik Ratri..., bisikku perlahan.

Tanpa terasa, usia pernikahan kami sudah menginjak tahun yang ketiga, tapi kami belum juga dikaruniai anak. Ya.. Allah karuniakan kepada kami anak, seorang saja pun tak mengapa..., begitu jerit do'aku tiap malam diatas sajadah. Tapi, entahlah hikmah apa yang tersembunyi dibalik semua ini. Aku yakin, Allah menyimpan hikmah itu untuk kuketahui kelak. Ya, itu Pasti!!

"Ratri.., bangun... shalat yuuk..." Kutepuk pipi istriku perlahan. Ia menggeliat. Aku tersenyum saja. Mungkin ia masih lelah, seharian mengurus tumah. Mengepel, memasak, mencuci, membersihkan rumah, masih ditambah lagi kesibukannya menulis di media cetak. Ah.. aku sayang padamu Ratri...

Akhirnya, aku beranjak sendiri. Berwudhu dan kemudian tenggelam dalam shalat malamku yang panjang. Dan selalu do'a itu yang aku dahulukan. Rabbanaa lain aataitana shaalihan lanakunanna minasy syakiriin. Ya, Allah jika Engkau memberi kami anak shalih, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.

Jam dinding berdentang tiga kali. Ketika aku menghabiskan tiga rakaat terakhir witirku. Kulihat Ratri sudah ada dibelakangku dengan wajah merajuk. Kutatap wajahnya dengan geli.

"Kamu kenapa? Mulutnya monyong begitu...??" godaku. Ratri semakin merajuk.
"Si Mas mesti begitu..., nggak bangunin Ratri..." protesnya.
Aku tersenyum arif. "La Wong, kamu pulas banget tidurnya. Mana tega Mas bangunin.., tadi nulis sampai jam sebelas 'kan? Mosok baru tidur satu jam sudah disuruh bangun lagi..."
"Iya deeh.., tapi nanti temani Ratri muraja'ah Qur'an yaa...," pintanya manja.
"Inggih, sendiko dawuh.., jawabku dengan logat Jawa yang kaku. Maklum besar di Betawi! Ratri tertawa geli mendengar jawabanku. Serentak jemarinya yang mungil beraksi menggelitik pinggangku.
"Ssst.., sudah ah, shalat sana, nanti keburu shubuh..., "elakku.
Ratri masih tersenyum sambil mengerjapkan matanya, lucu.

Sering kulihat Ratri termenung menatap ikan-ikan di aquarium kami. Matanya binar menatap kosong ikan-ikan berwarna perak itu. Ia betah diam tanpa ekspresi seperti itu.

"Sssst .., Muslimah kok hobi bengong, sihh...?" bisikku persis di telinganya. Ratri tersentak kaget. Pipinya bersemu merah, malu ketahuan melamun.
"Enngg....ngak kok, ini lho mas..., ikannya bertelur...," katanya perlahan.
"Ck... pura-pura, dari tadi Mas lihat matamu ngak berkedip, lama banget. Itu bengong namanya, Non...," kuacak kepalanya gemas.

"Ikan saja bisa punya keturunan ya Mas..., kita kapan?" tanyanya lirih, hampir tak terdengar. Seketika mataku memanas. Leherku tiba-tiba tercekat. Oh, Allah... ratri tersenyum manis, lalu mengamati lenganku menuju meja makan. Tak lama kemudian ia kembali berceloteh menceritakan aktifitasnya seharian. Ah, Ratri.... Ratri...

Ketika pernikahan kami menginjak tahun kedua, kami sudah memeriksakan diri secara intensif kedokter kandungan. Hasilnya, kami berdua normal! Dokter cuma menyuruh kami bersabar, berdo'a dan berusaha tentunya. Yah.., barangkali kami berdua memang sedang diuji.

"Nikah lagi aja, Maaasss...," celetuk Ratri suatu kali.
Aku tersentak. Keturunan memang sangat kuharapkan. Tapi membagi cintaku pada Ratri dengan wanita lain, meski itu dibolehkan dalam Islam, apa aku sanggup?? Kucubit pipi istriku perlahan.
"Ngak takut cemburu?" tanyaku menggodanya.
"Cemburu khan manusiawi Mas..., Aisyah juga cemburu pada Khadijah, tapi bukan cemburu masalahnya Mas..., kalau Mas punya istri lagi, 'khan Ratri bisa ikut membesarkan anak dari istri Mas...," tuturnya panjang lebar.
"Kalau dia juga tidak bisa hamil?"
"Ambil istri lagi..."
"Kalau belum punya anak juga?"
"Ambil lagi..."
"Hussss.... sembarangan!!" protesku pura-pura galak. Kudekap kepala mungilnya erat-erat.

Hari ini hari ulang tahun pernikahan kami yang keempat. Umurku sudah dua puluh delapan tahun. Uban dikepalaku sudah belasan jumlahnya. Ketika menikah dulu, Ratri bilang ubanku ada enam lembar!! Dan sampai saat ini kami belum dipercaya Allah untuk menimang seorang anak. Tapi aku masih mencintai Ratri. Dan, tidak akan pernah pudar.

Wajah Ratri yang oval dengan hidung yang bangir dan mulut mungilnya kelihatan merah berseri-seri. Kulihat ia membawa sebuah nampan yang tertutup menuju kearah meja makan. Lalu ia menarik lenganku manja.

"Sini Mas...," ajaknya.
Aku menurut saja. "Happy fourth anniversary...," katanya lembut. Mataku berkaca-kaca. Perlahan kubuka nampan itu. Sebuah kue tart, romantis sekali. Dan sebuah amplop, dengan logo sebuah klinik. Keningku berkerut. Ketika tanganku bergerak hendak mengambil amplop itu, seketika Ratri merebutnya.

"Makan dulu doooong....," protesnya.
Aku cuma menggeleng-gelengkan kepala, sambil tersenyum. Tak urung kuraih pisau lalu. "Bismillahirahmanirrahiim..," kupotong kue tart itu. Ratri tersenyum, ia kelihatan bahagia sekali. Kutengadahkan tanganku meminta amplop itu. Ratri menggeleng. Makan dulu..., katanya. Kugaruk-garuk kepalaku dengan gemas. Ni, anak bikin penasaran juga.

Setelah selesai menyantap potongan kue yang kumakan dengan dua kali telan. Dan Ratri protes karenanya. Kurenggut amplop di tangannya. Dan Subhanallah..., Maha suci Engkau wahai Rabb sekalian alam!!! Ratri hamil!!! Masya Allah...., setelah sekian tahun!!! Seketika aku tersungkur sujud. Air mataku meleleh. Kudekap kepala Ratri erat-erat. Air mataku masih mengalir, menitik membasahi kepala Ratri. Ia mendongak, jemarinya menghapus air mataku.

"Mas menangis?" tanyanya retoris.
Aku mengangguk. Ya, aku menangis! Tangis syukur....
"Kok, periksa ke dokter nggak bilang-bilang?" protesku.
"Biarin, nanti nggak surprise ...," katanya. Tiba-tiba aku merasa bersalah. Sejak tahun ketiga pernikahan kami, aku tidak rajin mengikuti tanggal-tanggal haid dan masa subur Ratri seperti dulu. Kudekap Ratri makin erat.

Sejak hari itu, kesehatan Ratri menjadi perhatian utamaku. Aku sering marah-marah kalau Ratri masih juga menulis sampai larut malam. Ya, tiba-tiba aku menjadi sangat cerewet.

Sembilan bulan, lebih delapan hari. Rasanya hari itu tiba..., tadi pagi Ratri sudah mulas-mulas. Katanya mulasnya dimulai dari punggung menjalar sampai kedepan. Aku ribut setengah mati. Kuraih gagang telpon. Aku menelpon seorang teman untuk membawa mobil kerumah. Ratri masih mengeluh mulas-mulas. Tiba-tiba keluar cairan, oh... air ketubanya sudah pecah.

Di rumah sakit aku begitu gelisah. Bapak-ibu yang menungguiku cuma menggeleng-geleng kepala. Maklum anak pertama, begitu kata ibu. Ya, Allah... entah kenapa aku tiba-tiba merasa ketakutan yang luar biasa. Ya Allah, selamatkan istri dan anakku..., bisikku berulang kali.

"Bapak Syaiful Bahri?" seorang dokter keluar dari ruang bersalin.
"Ya..., saya, Dokter...," sahutku cepat. Kuhampiri dokter itu.
"Ada sedikit kelainan, harus dioperasi... Suster, tolong bimbing Pak Syaiful untuk mengisi formulir ini..." kata dokter itu.
Aku tersentak kaget! Operasi? Astaghfirullah...
"Tapi..., istri saya tidak apa-apa'kan dokter??" tanyaku khawatir.
Dokter itu terdiam. "Berdo'alah ...," katanya pelan. Kugigit bibirku erat-erat. Allah..., selamatkan isri dan anakku.. Kuambil wudhu dan shalat di musholla. Kuhabiskan gelisahku disana.

Tiba-tiba kudengar suara tangis bayi. Anakku...,: desisku perlahan. Aku seperti dituntun nuraniku. Bergegas keluar musholla.
"Bapak Syaiful Bahri..."
"Ya, Dokter..."
"Selamat, bayinya perempuan, sehat, tiga setengah kilo, cantik seperti ibunya..." kata dokter itu.
"Alhamdulilah..." desisku berulang-ulang.
"Istri saya dokter?"
Dokter itu terdiam. Tiba-tiba ada perasaan tidak enak menjalar disegenap hatiku. Kutatap mata dokter itu dengan tatapan penuh tanya. Tiba-tiba dokter itu menepuk bahuku perlahan, sementara kepalanya pun menggeleng perlahan pula.

Mulutku terngaga seketika.

"Ma'afkan .., saya sudah berusaha. Tapi Tuhan menghendaki lain...," katanya. Air mataku berloncatan tanpa bisa dibendung. Dokter itu perlahan membimbingku masuk ke ruang bersalin. Aku menurut saja tanpa rasa.

Sosok tubuh ditutup kain putih terbaring. Perlahan dokter itu membuka kain penutup itu. Inalilahi wa innailayhi raji'uun... Wajah Ratri terlihat pucat. Tapi bibirnya tersenyum manis..., manis sekali. Kudekap kepala Ratri erat-erat, tangisku tak tertahankan.

"Sabar... sabar... pak...," hibur dokter itu." Suster, bawa kemari anak Bapak Syaiful Bahri...," katanya lagi.

Seorang bayi mungil yang masih merah disodorkan dihadapanku. Perlahan kugendong dan kutatap ia. Dadaku masih sesak karena tangis. Kutatap bayi merah itu dan Ratri berganti-ganti. Mereka begitu mirip. Matanya, hidungnya, mulutnya..., Allahu Akbar !!!.

Rupanya ini hikmah itu, Ratri..., Allah memberi kesempatan padaku untuk menemanimu selama empat tahun, untuk akhirnya memanggilmu setelah ia memberikan gantinya.....

Ya, Allah jangan biarkan hatiku berandai-andai, seandainya saja aku tidak mengharapkan anak, jika itu membawa kematian Ratri..., ini semua takdir-Mu, ya Rabbi....

Selamat Jalan Ratri.....................

KotaSantri.com

Gadis Pujaan

8 Januari 1995
Ry, seperti biasa sore ini aku memandang ke luar jendela, nunggu someone. Seorang gadis yang tak kuketahui nama dan rumahnya dimana, tapi selalu kulihat setiap pagi dan sore berjalan di depan rumahku. Kamu tahu kan Ry, kalau aku suka sama "gadis pujaanku" sejak 2 tahun yang lalu. Ia membawa pesona yang lain dari yang lain. Wajahnya yang baby-face, hidungnya yang mancung, matanya yang bulat, bibirnya yang mungil dan rambutnya yang panjang ditambah kulitnya yang mulus, maka lengkaplah sudah ia menjadi "gadis pujaanku", Ry!

9 Januari 1995
Hari ini perasaanku kacau, Ry. Setelah melihat "gadis pujaanku" bergandengan tangan dengan cowok lain. Kamu bisa membayangkan dong, bagaimana perasaanku, Ry? Aku tidak rela melihat mereka berdua. "Si gadis pujaanku" digandengnya dengan mesra. Ingin rasanya memisahkan mereka, tapi apa dayaku? Aku bukan siapa-siapanya, Ry. Gimana, dong???

10 Januari 1995
Ry, setelah kejadian kemarin aku jadi nggak punya semangat hidup. Makan nggak enak, tidur tak nyenyak dan belajar pun tak mengerti. Pokoknya hari ini hari beteeee banget!

19 Februari 1995
Maaf ya Ry, udah sebulan nggak ketemu. Biasa lagi males, nich! Tapi kamu tetep jadi sohib terbaikku kok! Tau nggak Ry, ternyata "si gadis pujaanku" udah pegat ama cowoknya. Aku tau tahu itu waktu kemarin di Mall CINERE, mereka lagi marahan. Wuiih, aku jadi seneng deh, berarti masih ada kesempatan, dong! Pokoknya selama janur kuning belum terpasang, masih ada kesempatan lah!

20 Februari 1995
Ry, hari ini ada berita yang menggemparkan seluruh isi dunia, lho. (nggak juga sich!). Itu tuh, "si gadis puajaanku" potong rambut, bondol lagi! Tapi nggak apalah dia tetep cuantik kok, nggak kalah dech ama yang namanya Demi Moore. Dia jadi tambah imut, lho. Wah, coba kalau kamu punya mata Ry, kamu bakalan jadi sainganku dech! Percaya nggak??

25 April 1995
Nggak kerasa ya Ry, waktu berlalu dengan cepat. Aku udah mau ujian semester genap. Mau naik kelas III. Eh, ngomong-ngomong dia juga lagi pengen EBTANAS, nich! Kira-kira "si gadis pujaanku" masuk SMU mana ya? Masuk ke SMU-ku, nggak? Udah ah, jangan mikirin dia mulu kapan belajarnya, donk! N'tar nilainya jelek, dech. Nggak mauuuu...

13 Juli 1995
Eh Ry, sekarang aku udah kelas III SMU, nich! Udah gede yah, walau kadang-kadang aku masih merasa seperti anak kecil. Tapi hari ini aku lagi seneng banget soalnya nilai raportku lumayan bagus, rangking 3, boo!! Siiplah, koleksi Tamiya-ku nambah satu, dech. (hadiah dari bokap). Eh Ry, "si gadis pujaanku" ternyata masuk SMU favorit lho, SMU 999. Wow, nggak sembarangan orang tuh yang bisa masuk ke SMU itu. Ternyata "gadis pujaanku" pinter juga, yah! (Jadi bangga, nich!).

14 Juli 1995
Hari ini ada pemandangan aneh lho, Ry. "si gadis pujaanku" lagi MOS, deh! Tau kan MOS? Itu lho, Masa Orientasi Siswa. Soalnya rambutnya yang bagus itu diiket sembilan, terus bawa-bawa kardus Indomie pula dipunggungnya (kaya pemulung aja, ya!). Tapi "si gadis pujaanku" itu tetep aja cuaantik! Pokoknya didandanin seperti apapun, si gadis tetep aja cantik bagiku! (bener, lho!!).

19 Juli 1995
Hari ini aku dibikin malu sekelas, Ry. Dasar si doer Slamet, dia koar-koar ke seluruh isi kelas kalo aku lagi suka sama seorang gadis. Aku yang terkenal dingin ama cewek ini, jadi ketauan deh belangnya. Memang salahku juga sih, curhat di belakang buku matek's (habis lagi bete sih!). Terus dibaca deh, ama si doer Slamet. Tapi yang membuatku lebih malu lagi, itu ulahnya si Tejo cs. Mereka berteriak " Woro-woro! Ada kabar gembira lho, Temen kita yang satu ini udah normal kembali, lho!". Dasar gila!

21 Juli 1995
Surprise!! Hari ini "si gadis pujaanku" berangkat ke sekolah dengan penutup kepala alias kerudung. Aduh sayang deh, rambutnya yang lebat dan hitam itu tertutup oleh sehelai kain. Tapi biarlah, dia tetep cantik bagiku dengan tubuhnya yang langsing dan kulit wajahnya yang putih itu, Ry. Nggak apa-apa dong, Ry!

22 November 1995
Dari hari ke hari aku nambah bingung lho, Ry! "Si gadis pujaanku" banyak berubah. What's happened with my girl? Awalnya dia potong rambut terus pake kerudung dan sekarang dia pakai jubah (gamis), Ry! Coba bayangkan, tubuhnya yang langsing itu tidak terlihat lagi. Tapi ada yang aneh deh. Apanya yah? Oh iya, dia nambah anggun lho!

14 Maret 1996
Hari ini aku nekat ngikutin dia, Ry. Kebetulan hari ini kan hari Minggu, lagi libur sekolah. Tapi "si gadis pujaanku" seperti biasa dengan jubahnya yang dikenakannya itu, dia pergi entah kemana yang nantinya aku juga akan tau. Selama perjalanan aku berusaha agar nggak diketahui olehnya, hingga pada suatu tempat ia berhenti dan masuk ke dalam gedung. Ada acara apa, ya? Ternyata acara seminar. Setelah aku baca spanduk besar yang terpampang dengan judul "INDAHNYA ISLAM", aku jadi tertarik dengan acara tersebut, Ry. Akhirnya aku ikuti acara tersebut sampai habis, kemudian pada akhirnya aku merasakan ada suatu kalimat yang membuat aku terkesima yaitu ketika pembicara mengatakan "... Allah bukan hanya sebagai pencipta, melainkan Dia juga sebagai pengatur. Segala sesuatu diatur oleh-Nya, termasuk segala perbuatan kita. Dan Islam mempunyai semua aturan itu". Karena kalimat itulah aku merasa terpanggil untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang agamaku sendiri. Tanpa terasa si gadis pun terlupakan olehku, Ry.

29 Oktober 1996
Ry, sudah tujuh bulan ini aku belajar tentang Islam. Mulai dengan membaca buku-buku tentang Islam, mendengar ceramah sampai mengikuti berbagai seminar. Seperti halnya pada hari ini, aku mengikuti sebuah seminar yang berjudul "Nidzon Istima'i fil Islam" (Sistem Pergaulan dalam Islam). Dari sini aku mulai mengetahui mengapa si gadis memakai jilbab (pakaian longgar yang menutupi tubuh tanpa potongan alias jubah), karena itu memang sudah menjadi kewajibannya, terus larangan berpacaran, kewajiban ghadul bashar (memelihara pandangan), dan masih banyak lagi. Dari seminar kali ini aku juga dapat kenalan baru, lho! Namanya Kak Faisal, orangnya baik dan banyak mengetahui tentang Islam. Kamu pasti akan suka dia deh, Ry!

8 Januari 1997
Ry, aku sudah tau segalanya. Aku harus melupakan "si gadis pujaanku". "Kalau memang jodoh nggak akan kemana", begitu kata kak Faisal. Dan aku jadi sadar bahwa hanya Allah dan Rasul-Nyalah cinta sejatiku. Mulai saat ini pun aku mulai belajar Islam dengan kak Faisal, Ry.

9 Februari 2001, Empat tahun kemudian...
Lama aku nggak punya catatan harian, Ry. Sekarang aku sudah dewasa, sudah kerja. Bukan lagi anak SMU ataupun anak kuliahan. Ry, kamu masih ingat kan dengan "si gadis pujaanku"? Sekarang aku sudah tau namanya, bahkan alamatnya. Namanya Safitri Azkiyah tertulis di atas kartu undangan dengan tinta emas bersama dengan namaku, Adhan Ramadhan, SE. Ya, kamu benar Ry! Dia akan menjadi istriku besok. Kalo jodoh memang tak kan kemana! (Unknown)

KotaSantri.com

Anugerah Terindah dari Kota Santri.com

Anak lelaki itu berumur lima atau enam tahun. Ia mengenakan kemeja putih dan pullover kotak-kotak hijau dengan logo taman kanak-kanak di dada kiri. Di bahunya tersandang tas punggung merah dan di dadanya tersilang tali botol minuman. Ia kelihatan lucu dan manis.

Begitu naik ke dalam angkot, bocah itu menunjukkan hasil origaminya pada wanita yang mungkin ibunya. Seekor burung yang sedikit kusut dan penyok. Ia juga menyanyikan lagu baru yang diajari gurunya hari itu.

Lihat ibu keretaku yang baru
cukup besar untuk ayah dan ibu
roda tiga buatanku sendiri
dari kulit buah jeruk bali..."


Aku tersenyum geli mendengar suaranya yang agak sumbang tapi penuh semangat. Bocah itu balas tersenyum padaku, kemudian kembali asyik memberondong ibunya dengan berbagai cerita. Mulutnya tak henti mengunyah donat yang barangkali dibelikan ibunya di depan sekolah. Ibunya menyahut sesekali dengan anggukan atau gumaman setengah tak peduli, sementara tangannya mengibaskan lukisan krayon anaknya untuk menghalau panas.

Aku tidak menyalahkannya. Cuaca siang itu memang panas dan kemacetan jalan membuat udara pengap. Melihat bungkusan yang terserak di kakinya, aku yakin ia telah menghabiskan paginya untuk berbelanja kebutuhan dapur. Tak heran ia kelihatan sangat letih, mengantuk dan tak begitu bersemangat mendengar cerita anaknya di sekolah hari itu.

Atmosfer yang menyengat tidak mengalihkan perhatianku dari anak itu. Kureguk tiap kata dan lagu yang dinyanyikannya seperti pengelana kehausan yang menemukan wadi di tengah gurun. Alangkah rindunya aku akan semua itu. Aku tak ingin membandingkan anakku dengan bocah lucu di angkot itu, tapi mau tak mau Khalid singgah ke dalam benakku dan merusak kenikmatanku.

Setiap kali memeriksakan diri selama mengandung Khalid, bidan selalu mengatakan kehamilanku normal dan bayiku sehat. Karena itu aku dan suami sama sekali tak siap waktu dokter memberi tahu bahwa Khalid tidak normal. Ia lahir dengan Down syndrome.

Menyakitkan. Masa depan anakku sudah ditentukan oleh dokter hanya beberapa menit setelah kelahirannya. Khalid tidak akan tumbuh seperti anak normal dan dia tidak akan bisa menjadi orang dewasa normal yang mampu mengurus dirinya sendiri.

Selain itu dokter juga menemukan kelainan pada jantungnya yang harus diperbaiki dengan pembedahan. Ada juga gangguan mata dan tonsil. Hal yang menurut dokter biasa menimpa anak Down syndrome.

Shock yang kualami setelah melahirkan Khalid cukup berat hingga aku harus dirawat agak lama di rumah sakit. Aku sangat tertekan hingga bahkan tak bisa menyusui Khalid. Dokter memperkenalkanku dengan wanita pakar penanganan anak Down syndrome. Wanita itu memberikan buku-buku dan brosur kepada kami.

Tapi, semua yang kubaca malah semakin membuatku tertekan. Sejak dokter menyatakan bahwa aku positif mengandung, aku selalu berdoa dan bermimpi tentang seorang anak yang cerdas dan lincah. Anak yang akan kubimbing mengenal Allah dan Rasul-Nya. Yang akan kuajari mengaji dan shalat agar ia bisa mendoakan kedua orang tuanya. Ia akan kubawa tafakur alam ke tempat-tempat yang indah agar pandai bersyukur dan memiliki sifat tawadhu.

Aku akan memperkenalkannya pada saudara-saudaranya yang yatim dan papa agar hatinya lembut dan peka. Yang akan mencintai buku-buku seperti aku dan ayahnya. Anak yang akan jadi seorang pejuang di jalan Allah, demi kebangkitan dan kejayaan Islam seperti panglima gagah itu, Khalid bin Walid.

Kubayangkan jari mungil anakku menyusuri huruf-huruf dalam lembaran mushaf Al-Qur'an. Jika lelaki, ia pasti lucu dalam baju koko dan peci mungilnya dan jika perempuan, ia pasti manis dalam jilbab kecilnya yang berbunga dan berenda.

Rasanya aku bahkan sudah bisa mendengar suaranya yang bening melantunkan ayat-ayat suci itu. Suara terindah yang pernah kudengar.

Lalu ke mana bisa kukubur kecewaku saat mendapati Khalid tak mungkin mewujudkan semua impianku. Aku hanya bisa berdoa siang malam memohon kekuatan. Aku mengintrospeksi diri, mengingat kembali apa yang telah kulakukan hingga Allah menghukumku dengan memberikan Khalid.

Hingga suatu hari kalimat itu menohokku. Anakku adalah amanat-Nya, bukan hukuman, bukan aib. Hanya titipan, bukan milikku. Apakah aku berhak menggugat jika titipan-Nya ternyata tidak seperti anak-anak lain? Aku hanya ditugaskan menjaga dan mengasuhnya dengan cinta, karena ia dititipkan Allah yang rahman dan rahim-Nya tak pernah surut dari sisiku. Bukan tugasku menilai apakah Khalid layak jadi anakku atau tidak. Setelah itu aku kembali menemukan ketenangan.

Tapi tak urung kesedihan itu kerap. Sangat menyakitkan. Tiap kubawa Khalid ke dokter dan melihat ibu lain dengan bayi seumur Khalid, aku kembali terbenam dalam kepiluan. Entah untuk Khalid atau untuk diriku sendiri.

Bulan demi bulan berlalu. Sementara bayi lain mulai tertawa dan mengeluarkan suara-suara lucu, Khalid hanya diam. Ia memandang kosong ke depan.

Tiap hari suamiku dan aku harus bergantian merangsang otaknya dengan mainan warna-warna dan kerincingan yang ribut. Khalid baru menunjukkan reaksi saat usianya hampir delapan bulan.

Khalid baru belajar berjalan di usia dua tahun. Bicaranya tak pernah selancar anak-anak lain dan kosa katanya sangat terbatas. Ia tak bisa mandi dan berpakaian sendiri hingga usianya hampir sembilan tahun. Ia harus disuapi tiap waktu makan sampai ia bisa makan sendiri beberapa bulan terakhir ini.

Yang paling menjengkelkan, sulit sekali membiasakannya buang air di kamar mandi walaupun aku dan suamiku sudah mengajarinya selama delapan tahun dari sepuluh tahun usianya.

Mengajari Khalid salat dan mengaji hampir tak mungkin. Khalid hanya bisa mengikuti gerakan-gerakan salat tanpa bisa menghafal bacaannya.

Setelah beberapa lama, kami menyadari kesalahan kami dan mulai dari awal sekali. Mengakrabkan Khalid dengan Allah dan Islam. Sesuatu yang lebih mudah dilakukan dan dipahami Khalid.

"Di belakang rumah ada pohon jambuu..." suara lantang bocah berseragam TK diangkot itu mengembalikan perhatianku pada polahnya yang kocak. Tapi kali itu aku tak bisa menikmatinya tanpa merasa iri. Iri pada ibu yang tak menyadari besarnya nikmat Allah yang dimilikinya. Ada kegeraman dan rasa kasihan pada diri sendiri yang tiba-tiba bergolak dan menenggelamkanku.

Membuat dadaku sesak dan leherku tercekik. Aku tak tahu apakah harus menyesal atau gembira saat anak itu akhirnya turun dari angkot.

Di bangku yang mereka tinggalkan kulihat burung-burungan kertas itu gepeng. Kupungut dan kuperbaiki. Tiba-tiba mataku kabur oleh air mata. Khalid tak bisa melukis dengan krayon atau membuat origami. Koordinasi tangannya lemah sekali.

Dalam kepalanku yang gemetar, burung-burungan itu kuremas menjadi gumpalan kertas. Aku tak sanggup lagi menahan isak. Dengan suara tercekat kusuruh sopir berhenti. Kusodorkan ongkos dan turun, walaupun rumahku masih jauh.

Aku duduk di halte yang sepi. Menarik nafas dalam-dalam dan mengeringkan air mata. Saat aku menengadah mataku tertambat pada papan putih di seberang jalan. Sebuah masjid. Ya Allah, inikah teguran-Mu.? Aku menyeberang. Segera kuambil wudhu dan shalat dua rakaat. Air mataku menetes saat kubaca ayat kedua belas dari surat lukman... Anisykurlillahi....

Usai mengucap salam aku tercenung. Kekalutan yang sempat menguasai sudah berhasil kukendalikan. Aku merasa kosong, tapi damai. Lalu satu- satu fragmen kehidupan Khalid mulai kembali ke dalam benakku. Bukan gambaran muram tentang kekurangannya, tapi keistimewaan-keistimewaan kecil yang mengimbangi dan melengkapi hidupnya.

Khalid suka sekali musik. Ia sulit menangkap dan menghafal lirik, tapi kenikmatan yang terlukis di wajahnya saat mendengarkan musik adalah keindahan tersendiri. Ia juga tak pernah nakal dan usil, selalu ramah dan murah senyum. Ia tak pernah marah dan ngambek, dan jika dimarahi, cepat kembali ceria.

Ia sangat mencintai adiknya Fatimah, yang lahir empat tahun lalu. Kami sempat khawatir Khalid akan cemburu dengan kehadiran adiknya. Tapi ia malah antusias membantuku mengurus Fatimah. Sering kudapati Khalid duduk menatap adiknya yang tertidur dengan ekspresi terpesona yang tak terlukiskan.

Fatimah normal dan cerdas sekali tapi ia menerima abangnya tanpa syarat. Kemesraan di antara keduanya selalu menerbitkan syukur di hatiku dan ayah mereka. Mengurus Khalid memang menuntut kesabaran dan kegigihan ekstra dibandingkan mengasuh anak biasa. Tapi Khalid memang bukan anak biasa.

Ia telah mengajarkan kepada kami makna mencintai tanpa pamrih yang hakiki. Di zaman saat orang memburu segala yang superlatif; tercantik, terpandai, tergesit, anakku tidak akan bisa bersaing. Ia tidak mungkin menjadi teknolog, ekonom atau da'i tersohor.

Tapi apakah itu akan mengurangi cinta kami padanya? Mengurangi kegembiraan melihat prestasi-prestasi kecilnya yang dianggap remeh dan sepele orang lain seperti bisa berpakaian dan makan sendiri? Aku dan ayahnya tak akan memperoleh apa-apa darinya. Kemungkinan besar Khalid akan terus tergantung pada kami. Dan setelah kami tak sanggup lagi, mungkin pada Fatimah.

Tapi kami memang tak lagi mengharapkan apapun darinya. Kami hanya mencintainya. Kudorong gerbang rumah dan kuserukan salam. Sahutan riang menyambutku. Pintu terkuak. Fatimah menghambur memelukku sementara abangnya tersenyum lebar sambil berjalan goyah di belakangnya.

"Ibu bawa apa, bawa apa?" tanya Fatimah. Ia memekik ketika kukeluarkan sekantung mangga ranum dari keranjang belanjaku. Khalid tersenyum. Matanya yang semula kosong berbinar. Mangga adalah buah kesukaannya.

Aku masuk ke kamar untuk berganti baju setelah berpesan pada pembantu untuk mencuci dan mengupaskan mangga buat anak-anak. Saat aku keluar, mereka tidak berada di meja makan.

Kupanggil mereka dan kudengar sahutan dari halaman belakang. Di depan kandang burung parkit Fatimah melonjak-lonjak dan tertawa melihat abangnya dengan sabar menyodorkan potongan mangga lewat jeruji bambu.

"Ayo kuning! Jangan diam saja! Tuh diambil si hijau deh!" teriak Fatimah. Satu demi satu burung-burung parkit dalam kandang terbang menyambar potongan mangga dari tangan Khalid. Aku bertasbih. Mataku pedih. Sudah lama aku mengamati keistimewaan Khalid untuk mencintai dengan keikhlasan yang bersih dari egoisme anak seusianya. Cintanya sangat tulus pada burung-burung kesayangan suamiku, pada ikan hias dan ayam kate yang kami pelihara untuk mengajar anak-anak bertanggung jawab.

Bahkan pada bunga-bungaku di kebun. Ia gembira mengurus semua itu, walaupun tak pernah mendapat imbalan apapun dari kami. Kelembutannya terulur bahkan pada kucing-kucing liar yang sering diberinya makan atau anak-anak tetangga yang kerap mendapat bagian dari jatah kue dan buahnya tanpa menuntut balasan apapun.

Aku memang tak punya alasan untuk bersedih dan kecewa. Khalid mungkin tak bisa membaca dan mengaji. Tapi perasaannya halus dan penuh kasih sayang. Dan aku sangat bersyukur atas kelebihannya.

Aku Hanya Ingin Shalat

Salim, nama anak itu. Rumahnya di dekat masjid. Hampir setiap hari ia selalu bermain di halaman masjid yang memang lumayan luas. Sebenarnya umurnya jauh lebih tua dariku, mungkin saat ini sudah menginjak 25 tahun, namun ia tidak tumbuh layaknya pemuda normal. Kelainan mental yang dideritanya sejak bayi membuatnya masih seperti anak kecil.

Malangnya, nama Salim sering dipakai ibu-ibu untuk menakuti anak-anaknya yang bandel. Padahal sampai saat ini tak pernah ada seorangpun yang disakitinya. Setiap pagi Salim membantu Jidan, pemuda penjaga masjid, untuk memunguti daun-daun yang gugur di halaman, tak jarang pula ia ikut membuang sampah itu ketempat pembuangan di samping masjid. Seperti dua orang sahabat, Jidan selalu bahagia dibantu olehnya, meski tak banyak yang bisa ia kerjakan.

Ketika selesai dengan tugas mereka, Jidan menghidangkan teh panas dan beberapa gorengan untuk sarapan mereka berdua. Tak ada kata malu, jijik atau apalah dalam hati Jidan ketika sarapan bersamanya. Dengan tulus Jidan menyayanginya, tanpa melihat keadaan fisik Salim. "Dia makhluk Allah, Wi. Dan bukan keinginannya untuk berada dalam kondisi itu." katanya suatu hari ketika kutanya tentang sikapnya yang agak "berbeda" dengan orang lain.

Saat hari beranjak siang, Jidan bersiap-siap ke kampus, sementara Salim telah pulang karena dipanggil ibunya untuk mandi. Selesai mandi, ia pun kembali datang ke masjid, mendapati Jidan tidak ada, tampak kecewa dari raut wajahnya. Dan dia pun kembali bermain dengan kesunyiannya di teras masjid.

Adakalanya dia diusir oleh jamaah, mereka tak ingin masjid kotor, karena Salim tidak menggunakan sandal. Jika itu terjadi, Jidan pun memanggilnya agar ia masuk lewat belakang saja.

"Aku heran, mengapa orang harus mengusir Salim dari teras masjid ini, toh dia hanya duduk di situ, tidak menginjakkan kakinya ke masjid." katanya suatu hari padaku usai seseorang mengusir Salim.
"Jidan, mereka takut Salim masuk dengan kaki yang kotor." kataku.
"Wi, ini rumah Allah, setiap manusia berhak untuk memasukinya, tak peduli apakah itu kita atau Salim, masjid ini takkan pernah kotor dihadapan Allah, karena dimasuki oleh orang yang membersihkannya, tapi justru kan terkotori dengan sikap kita yang mencemooh makhluk ciptaanNya, lagi pula kita tak pernah tau, apakah kita lebih baik dihadapan Allah ketimbang Salim 'kan??? Mungkin kita malah jauh lebih hina." katanya padaku.

Ya, aku rasa dia benar, mungkin dalam sebulan aku hanya sekali memunguti sampah-sampah di halaman masjid ini, ketika ada kerja bakti remaja masjid, tapi Salim....... Ya Allah maafkanlah aku yang tak pernah menghargainya, maafkan aku Salim.

***

"Bunda, Wia pergi dulu ya!!!" kataku seraya mencium tangan bunda.
"Mau kemana, Wi?" tanya bunda.
"Wia mau ke masjid, ada beberapa ketikan yang belum Wia selesaikan untuk Buletin Ummat." jawabku.
"Tapi pulangnya jangan terlalu malam ya, Wi." sahut bunda.
"Iya bunda, lagipula kan ada mas Raffi, nanti kita pulang bareng deh." kataku mengingatkan bunda kalau disana juga ada kakakku.
"Iya, tapi bilang juga sama mas mu, pulangnya jangan malam-malam, besokkan masih harus kuliah." timpal bunda.
"Iya, bunda sayang, udah ya bunda, assalamu'alaikum." ucapku sambil ke luar rumah menuju mesjid.
"Wa'alaikumussalam." jawab bunda pelan.

***

"Uh, bahannya masih kurang akurat, nih." kataku seraya menyodorkan beberapa kertas ulasan berita pada Fatimah.
"Apanya yang kurang akurat dek?" mas Raffi mulai sebel padaku, yang dari tadi sewot dengan berita-berita yang ia sodorkan.
"Iya dong, masa' jumlah korban, dan kerugian yang diakibatkan penyerangan sepihak AS terhadap Fallujah nggak ada." protesku.
"Ya ampun dek, namanya juga nyari berita di internet, iya gitulah keadaannya......". kakakku balas menjawab.
"Iya Wi, apalagi media penyiaran 'kan didominasi sama AS dan Yahudi, nggak bisa lagi, nyari yang bener-bener akurat, sekarang hanya gimana kita bisa menginformasikan apa yang terjadi di Fallujah kepada jamaah di sini." timpal Jidan. "Iya deh, kalau emang gitu." kataku menyerah, Fatimah dan beberapa teman redaktur lainnya hanya tersenyum melihatku yang masih agak sewot. Akhwat yang satu ini emang terkenal tenang, nggak seperti aku yang suka nyerocos.

"Yup, akhirnya selesai juga, tinggal diterbitkan dan semuanya beres." ujarku. Mas Raffi, Jidan dan Fatimah senyum-senyum melihat tingkahku.
"Dasar!!! paling cepet marahnya, eh paling cepet juga senengnya." ujar mas Raffi seraya memencet hidungku.
"Biarin." jawabku sekenanya.
"Udah yuk, kita pulang sekarang." ajak Fatimah.
"Iya, besok Wia ada ulangan, yuk mas." kutarik tangan mas Raffi keluar dari sekretariat remaja masjid. Kami bersama-sama berjalan di teras masjid yang beberapa lampunya telah dipadamkan oleh Jidan, ia pun ikut mengantar kami pulang sampai ke pintu depan.

"Eh, tumben ya! Udah malam begini masih ada yang shalat." ujar Yesi sambil menunjuk ke dalam masjid.
"Mana, Yes?" ucapku.
"Eh iya." sambung mas Raffi. Dalam keremangan cahaya kulihat sosok gempal sedang berdiri tegak dengan tangan yang dilipat kedepan. Tapi Yesi benar, tumben ada orang yang masih shalat malam-malam begini, kulirik jam tangan ku, 09.50 malam. Penasaran kami memperhatikannya, apalagi gerakan shalatnya terlihat aneh dimataku, dan...???

Ow ow... semua terperangah, hanya Jidan yang tersenyum tipis.

Subhanallah... Itu kan Salim. Semua terpesona melihatnya. Ada getaran aneh yang memasuki relung hati kami. Terlintas betapa egoisnya kami yang selama ini menganggap ibadah dan Islam hanya milik orang yang sehat jasmani dan rohani. Malam ini telah Allah tunjukkan bahwa Salim juga salah satu pemegang panji perjuangan Islam, paling tidak dia salah seorang yang telah menegakkan tiang agama.

Tak terasa dia pun selesai dan kaget mendapati kami sedang memperhatikannya. Dia tersenyum, mulai menggerakkan bibir dan tangannya, menunjuk ke arah tempat wudhu, entah apa artinya.

"Katanya, kakiku tidak kotor, aku sudah mecucinya dan berwudhu, aku hanya ingin shalat." ujar Jidan menterjemahkan. Dia mengangguk dan tersenyum.

"Iya, kamu boleh shalat kok, kapan aja." ujar Chika menahan haru.

Ya Allah... Aku menangis, terasa sesak dadaku mengingat keegoisanku dan semua orang padanya. Bukankah dia hanya ingin shalat??? Dan bukankah dia juga bagian dari kita disini???

Oh Salim, teruslah shalat, dan teruslah tegakkan tiang agama ini, karena orang yang normal belum tentu melakukannya. Benar kata Jidan, kita belum tentu lebih baik darinya.

Malam itu kami semua pulang dengan berjuta perasaan, ada haru, ada malu, dan pasti ada rasa syukur, karena Allah memberikan kami Salim yang senantiasa dapat memotivasi kami untuk lebih baik dihadapan sang Khalik. Alhamdulillah...


Untuk saudara yang telah mengajarkanku betapa aku harus bersyukur

Nasi Tempe Oleh : Sri Lestari

Aku tidak tahu bagaimana mesti menolak ketika ibu memasukkan sebungkus nasi dengan lauk kering tempe kedalam tasku. Diselipkan begitu saja diantara pakaian, beberapa majalah serta buku yang sengaja kubawa sebagai teman di perjalanan.

Ibu tak pernah berubah. Dari aku kecil sampai kini berusia seperempat abad, masih saja khawatir kalau aku akan kelaparan di jalan. Padahal sepanjang rute perjalanan Trenggalek- Jakarta aku bisa membeli makan dimana saja dengan gampang. Toh, pihak bis menyediakan jatah makan malam serta snack dan beberapa kali pula bis yang kutumpangi akan berhenti untuk istirahat.

“Ibu tak suka kamu dijejali dengan makanan-makanan bis yang asal jadi dan tak higienis. Lebih baik makan nasi tempe daripada makanan instant yang bikin otak kamu ndak encer mikir. Bikin ide-idemu terpasung dan omongan yang keluar dari mulut serba praktis.”

Duh Ibu, selalu saja begitu. Omongan bernada morilnya muncul. Aku memang gemar makan nasi tempe sejak balita. Namun ingin praktis saja. Masa sudah jadi wanita karir dengan gaji yang lumayan, masih juga bawa-bawa bekal nasi tempe dibungkus daun. Tengsin juga.

“Kalau tak kamu makan di bis, makanlah sesampai di Jakarta. Dijamin tak akan basi. Nasinya tanak betul dan kering tempenya tak pakai santan. Daripada kamu sibuk mencari sarapan dan waktumu tak mencukupi. Bukankah hidup di Jakarta harus pandai membagi waktu? Pagi untuk beribadah dan bekerja, siang untuk berbagi rasa dengan teman-teman, dan malam untuk beristirahat. Gunakan tiga waktu itu seoptimal mungkin, Nduk. Jangan terjebak rutinitas melelahkan dan melupakan tujuan hidupmu sesungguhnya.”

Aku mengiyakan nasehat ibu sambil menyantap makan siangku dengan lauk tempe bacem. Ibu beberapa kali menyuruhku untuk menambah porsi makan, namun aku menolak dengan halus. Kulirik, ibu memasukkan beberapa potong tempe bacem kedalam kantong plastik dan kembali mencari sela-sela kosong dalam tasku. Aku hanya menggeleng-geleng sambil tersenyum kecut.

Ibu mengantarkan aku sampai terminal Tulungagung. Sebelum berangkat beliau berpesan.

“Meski di kota besar, hiduplah seperti tempe. Sederhana, bisa menyesuaikan diri dengan keadaan dan bermanfaat. Jangan mematok tarif terlalu tinggi, kamu akan hancur. Jadilah tempe yang bisa diolah menjadi apa saja dengan banyak rasa. Karena manusia yang kamu hadapi bukan hanya satu, melainkan jutaan dan bermacam pula.”

“Terimakasih Bu, aku akan menjadi yang terbaik dan bermanfaat untuk orang lain. Insya Allah.”

Kucium tangan lembutnya dan kupeluk kasih sayangnya. Saat bis mulai dinyalakan mesinnya, kubisikkan sesuatu, “ Ibu, rute kasihmu lebih panjang melebihi rute perjalananku Trenggalek-Jakarta bahkan rute seluruh kehidupanku.”

Seiring bis yang berjalan meninggalkan terminal Tulungagung, aku melihat bongkahan kaca dimata ibu menetes perlahan.

10 Jawaban Kepada Saudariku Untuk Segera Berhijab Penulis: Wido Q Supraha

'Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu.' (Q.S. an-Nisa:59)

'Orang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.' (H.R. At Thabrani)


Bahwa seorang mukmin dapat mengenali kekurangannya dari mukmin lainnya, sehingga ia laksana cermin bagi dirinya.

Islam juga menganjurkan dan mengajak penganutnya agar sebagian mereka mencintai sebagian yang lain, dimana diantaranya engkau berharap agar saudaramu masuk Surga dan dijauhkan dari api Neraka. Tak sebatas mengharap, namun berupaya keras dan maksimal menyediakan berbagai sarana dari hal-hal yang membahayakan dan merugikannya, di dunia maupun di akhirat kelak.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala, dalam Q.S. Al Ahzab : 59 berfirman :
'Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.'

'Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.' (Q.S. An Nur : 31)

Dalam perjalanan hidup saya, saya mendapati beberapa alasan yang senantiasa terulang ketika ajakan untuk berhijab dikumandangkan. Oleh karenanya, semoga risalah ini dapat bermanfa'at bagi saudariku sekalian, dan memperteguh mereka yang masih ragu-ragu dalam menunaikan kewajiban utama muslimah ini. Alasan-alasan yang sering saya temui antara lain :

1. Tubuh ini adalah ciptaan Allah, dan keindahannya bukan untuk ditutupi, melainkan diperlihatkan.

Saudariku, begitu banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita, baik yang kita tidak sadari hingga yang terlihat di depan mata kita. Cara mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah SWT, yang menciptakan diri kita adalah dengan beribadah menurut tuntunanNya, dan memasrahkan diri sepenuhnya kepada segala ketentuan dan aturanNya. Karena ketidakpatuhan kita akan menjebak kita ke dalam perangkap penolakan/pembangkangan atas Rabb kita.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S Al Baqarah : 216,
'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.'

Pernahkah kita bayangkan manakala Allah mencabut nikmat kecantikan yang dititipkan kepada kita? Pernahkah kita sadari bahwa kecantikan itu adalah ujian dari Allah, sejauh mana ia bersyukur atas kecantikannya itu? Pernahkan kita renungi manakala Allah meminta pertanggungjawaban dari nikmat kecantikan yang telah dianugerahkanNya, sementara kita menggunakannya tidak berlandaskan syari'at Allah?

Dan jika engkau menjawab, 'Kecantikah itu untuk diperlihatkan, bukan untuk ditutupi, maka kembali kita perlu bertanya :
  • Relakah engkau kecantikanmu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh darimu?

  • Relakah engkau menjadi objek yang dilihat, bagi semua orang, yang jahat maupun yang terhormat?

  • Bagaimana engkau bisa menyelamatkan dirimu dari mata para pria?
  • Maukah kamu jika dirimu dihargai serendah itu, sementara engkau bisa menjadi seorang wanita yang mulia di mata Allah SWT?

2. Aku takut dijauhi teman-teman, dikeluarkan dari kerjaan (kehilangan mata pencaharian), dan mendapat posisi yang rendah.

Saudariku, rizki ada di tangan Allah. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah diberikan kadar rizkinya, tinggal apakah kita mau menjemputnya ataukah tidak.

Telah banyak terjadi di sekitar kita cerita-cerita nyata kegigihan mereka pada prinsipnya, yang seharusnya semakin memperkuat keyakinan kita semua, bahwa rizki bukan ditangan manajemen kantor, namun berada di tangan Allah. Kekayaan yang kita miliki hari ini, kemuliaan di hadapan manusia yang kita rasakan dapat dengan hilang dengan amat segera, manakala Allah mencabutnya.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Ali 'Imran : 26,
'Katakanlah: 'Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.'

Dan ingatlah bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya yang berusaha bertaqwa dan istiqomah berpegang teguh memperjuangkan prinsip keislamannya. Ingatlah firman Allah SWT dalam Q.S. Ali 'Imran : 195

'Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.'

Dalam ayat lain, Allah melanjutkan,
'Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.' (Q.S. Al A'raaf : 170)

'Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.' (Q.S. Hud : 115)

Adapun ketakutan dijauhi teman-teman, adalah ketakutan yang seharusnya tidak terjadi. Karena seorang mukmin seharusnya menjadi tenang dan tentram dengan Allah bersamanya. Tidak ada lagi yang dia dambakan kecuali kedekatan dan kecintaan Allah padanya.

3. Saya senantiasa menjaga amalan ibadah saya yang lain kok, kecuali hijab, saya belum mampu untuk memakainya.

Saudariku, kalau memang Anda sudah melakukan amalan-amalan terpuji, yang berpangkal dari iman, dan kepatuhan pada perintah Allah, serta takut siksaanNya jika meninggalkan kewajiban itu, mengapa Anda beriman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal sumber perintah itu hanya satu?

Sebagaimana shalat yang selalu Anda jaga adalah sebuah kewajiban, maka hijab pun demikian. Kewajiban mengenakan hijab tidak diragukan dalam Al Qur'an dan As Sunnah.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah:85 ketika mencerca Bani Israil :
'Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian melainkan kehinaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat pedih. Allah tidak lengah atas apa yang kamu perbuat'.

Padahal ............... digambarkan oleh Rasulullah SAW,
'Sesungguhnya penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya pada hari Kiamat adalah orang yang diletakkan kedua telapak kakinya dua bara api, dari dua bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang dalam kobaran api.' (H.R. Bukhari)

Jika seperti itu adzab yang paling ringan di hari Kiamat, maka bagaimana adzab bagi orang yang diancam Allah dengan adzab yang pedih, sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas, yang beriman kepada sebagian, dan meninggalkan sebagian yang lain?

4. Saya belum siap berperilaku dan berakhlak sebagaimana muslimah yang berjilbab. Yang berjilbab saja perilakunya tidak sesuai dengan jilbabnya.

Saudariku, kewajiban harus diutamakan diatas segalanya.

Berfirman Allah SWT, dalam kumpulan kalam Ilahinya, Q.S. Al Baqarah : 208,
'Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.'

Tunaikanlah kewajibanmu dahulu kepada Penciptamu, dan kemudian secara perlahan memperbaiki segala akhlak buruk yang masih sulit engkau tinggalkan. Apakah engkau tidak sadar, dengan semakin lamanya engkau tunda berhijab, maka sedemikian menumpuklah dosa besar yang terus menggunung, yang harus dibalas dengan siksaan Allah, kuatkah engkau menjalaninya? Dosa yang terus mengalir dari hari ke hari, semakin memperberat timbangan dosa kita. Segeralah kita menuju jalan Allah.

Sementara bagi mereka yang telah berhijab, namun perilakunya tidak sesuai dengan hijabnya, maka berprasangka baiklah, bahwa minimal ia telah menunaikan tugasnya sebagai hamba Allah, dalam hal menutup auratnya, sedangkan engkau masih enggan menjalaninya. Adapun sifat kurang baiknya adalah tugas kita bersama untuk memperbaikinya, dengan nasihat-nasihat yang baik, dan ikhlas, karena boleh jadi ia belum mengetahui ilmunya, sementara ia baru mendapatkan ilmu wajibnya berhijab, dan ia segera menunaikannya.

Adapun kesiapan diri, maka sifatnya amatlah abstrak. Tidak ada parameter pasti yang mampu mengukur tingkat kesiapan seseorang, kecuali kalimat Sami'na wa Atho'na, sebagai implementasi Laa Ilaaha Illa Allah (Tidak ada yang lebih aku cintai kecuali Allah semata, hidupku hanyalah untuk Allah, Yang Menciptakanku, dan kepadaNya kelak aku akan kembali.

Saudariku, harus bisa kita bedakan antara perintah manusia dan perintah Tuhan. Perintah manusia bisa salah dan benar. Imam Malik r.a. pernah berkata, 'Setiap orang bisa diterima ucapannya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini (Rasulullah)'.

Jika perintah itu datang dari Allah di dalam kitabNya, atau melalui NabiNya, maka tidak ada bagi manusia untuk mengatakan 'saya belum mantap', padahal Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita, dan salah satu sebab tercapainya kebahagiaan kita.

Padahal Allah menyukai orang-orang yang berkata, 'Sami'na wa atho'na, ghufronaka rabbanaa wa ilaykal mashiir (Q.S. Al Baqarah:285)', (Kami dengar dan kami segera ta'at, ampuni kami ya Allah, kepadaMulah tempat kembali kami), dan padahal Allah membenci orang-orang yang berkata, 'Sami'na wa 'ashoina (Q.S. Al Baqarah:93/Q.S. Annisa:46)', (Kami dengar tapi kami tidak mena'atinya).

Alangkah hinanya kita ketika kita tidak menuruti keinginan Yang Menciptakan kita. Sementara ucapan 'Aku belum mantap' adalah ucapan yang berbahaya, karena bermakna ia meragukan kebenaran perintah tersebut, dan bermakna ia tidak mencintai Penciptanya, Rabbul 'Alamin.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Ahzab : 36 :
'Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi wanita mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.'

Begitu kerasnya Allah berfirman dalam ayat diatas, apakah kita tidak takut dimasukkan Allah dalam golongan orang-orang yang sesat?

5. Saya belum dapat hidayah. Do'akanlah aku agar segera mendapat hidayah.

Saudariku, hidayah tidak datang dengan sendirinya. Hidayah membutuhkan pencaharian. Dan bagaimanakah engkau mengetahui bahwa Allah belum memberimu hidayah? Apakah engkau mengetahui sesuatu yang ghaib yang ada dalam kitab yang tersembunyi (Al Lauh Al Mahfuzh), ataukah engkau mendapatkan bisikan dari golongan jin atau manusia?

Telah berfirman Allah SWT dalam Q.S. Muhammad:17,
'Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan) menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya.'

Ingatlah bahwa dalam hidayah, terdapat campur tangan dan usaha manusia, maka ikutilah petunjuk Allah agar engkau semakin dekat dengan hidayah Allah. Carilah sebab-sebab untuk mendapatkannya.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Ar Ra'd:11,
'Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.'

Fahamilah sunnatullah.

Wahai saudariku, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya akan engkau dapatkan dengan izin Allah. Banyaklah berdo'a kepada Allah, pilihlah teman yang shalihah, banyaklah membaca, pelajari dan renungilah Kitab Allah, ikutilah majelis-majelis dzikir dan ceramah-ceramah agama, dengarkanlah kaset-kaset pengajian, dan bacalah buku-buku tentang keimanan. Di sisi lain, hendaklah engkau terlebih dahulu meninggalkan hal-hal yang bisa menjauhkan dirimu dari datangnya hidayah, seperti teman yang tidak baik, bacaan-bacaan yang tidak bermanfa'at, tayangan-tayangan televisi yang buruk, dan hal-hal lainnya.

6. Insha Allah saya akan berhijab setelah menikah kelak.

Saudariku, bagaimana mungkin engkau dapat memastikan sesuatu yang engkau pun belum yakin apakah usiamu sampai hingga menikah kelak ataukah tidak. Bagaimanakah jika engkau telah dipanggil Allah dalam keadaan belum berhijab? Tidakkah engkau takut mati dalam keadaan masih tidak beriman pada sebuah kewajiban Allah yang amat mendasar bagi seorang muslimah?

Bagaimana ketika hari ini kita telah berniat berbuat sebuah kebaikan yang kita telah tahu ilmunya, namun kita tunda karena beberapa alasan, namun ternyata di kemudian hari, usia kita tidak sampai merealisasikannya, karena Allah telah mencabut nyawa kita, maka bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak? Kenapa kita menundanya? Kemana usia kita kita gunakan di dunia? Sejauh mana cinta kita pada Allah dan RasulNya?

Saudariku, kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sakit, tidak pula orang yang lanjut usia saja, tetapi juga orang-orang yang sehat wal afiat, orang dewasa, pemudi, bahwa sampai bayi yang masih menyusu pada ibunya. Banyak contoh yang dapat kita ambil dari kejadian di sekitar kita.

Dalam Kitaabun Nikah, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits Rasulullaah SAW,
'Wanita itu dinikahi karena empat hal. Yaitu karena harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang berpegang teguh dengan agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu berlumur debu.'

Wanita yang shalihah untuk pria yang shalihah.

Boleh jadi, wanita yang terbiasa memperlihatkan kecantikan tubuhnya -- yang dimaksudkan untuk menawan hati pria -- malah membuat para pemuda enggan menikahinya, karena beranggapan, jika wanita tersebut berani melanggar salah satu perintah Allah, yaitu hijab, tidak menutup kemungkinan dia akan berani melanggar perintah-perintah yang lain. Karena syaithan memiliki banyak langkah.

7. Sesungguhnya iman itu ada di hati, dan juga Allah Maha Tahu kalaupun nanti saya telah berniat untuk berhijab.

Saudariku, benar yang telah engkau katakan bahwa iman berada di dalam hati, sebagaimana sabda Rasulullaah SAW, 'Taqwa itu ada disini, seraya menunjuk ke arah dadanya.' (H.R. Muslim)

Namun jangan sampai salah dalam mengartikan hadits di atas. Penulis kitab Nuzhatul Muttaqin berkata, 'Hadits ini menunjukkan pahala amal tergantung keikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian terhadap situasi hati, kebenaran tujuan, dan kebersihan hati dari segala sifat tercela yang dimurkai Allah.'

Bahwa Rasulullah SAW tidak memaksudkan bahwa iman tidak akan sempurna kecuali hanya di dalam hati saja, tetapi amal perbuatan tetap harus diperlihatkan kepada Allah, sementara hati adalah benteng terakhir selamatnya perbuatan kita.

Bahwa telah sepakat jumhur ulama bahwa, 'Keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pelaksanaan dengan anggota badan.'

Dan akan lebih jelas lagi ketika kita menemukan firman Allah dalam Q.S. al-Ankabut:1-3,
'Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.'

8. Saya sangat ingin berhijab, tapi suami saya lebih suka dengan keindahan rambut saya ketika tidak berhijab, lebih cantik katanya.

Saudariku, ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada ketaatan kepada makhluk, siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah, kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati dari yang lainnya, selama itu bukan dalam kemaksiatan.

Bersabda Rasulullah SAW,
'Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan.' (H.R. Bukhari dan Muslim)

'Dan tidak boleh taat kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada al-Khaliq.' (H.R. Ahmad)

Harus disadari bahwa halangan yang dihadapi merupakan ujian bagi setiap hamba, karena memang meraih Surga tidaklah semudah meraih Neraka.

Bagi sang suami, harus ada seseorang yang mampu menasihatinya agar bertaqwa kepada Allah dalam urusan keluarganya. Dan hendaknya ia bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kepadanya isteri yang ingin menerapkan salah satu perintah Allah, yakni memakai pakaian sesuai ketentuan syari'at, sehingga menjaga keselamatan dirinya dari fitnah. Dan mengingatkan dia sebuah kalam Ilahi dalam Q.S. At Tahrim:6, 'Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.'

Ayat diatas mendapat penegasan pula dari Rasulullah SAW, dalam haditsnya,
'Seseorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.' (H.R. Bukhari)

Sehingga patutkan bagi seorang suami untuk memaksakan kehendaknya agar sang isteri tidak menutup auratnya dengan sempurna sebagaimana mestinya?

Adapun bagi isteri, tetaplah untuk tidak menaati suami dalam kemaksiatan terhadap Allah, sampai kapanpun. Dan dalam tataran teknis, perhatikanlah adab sopan santun dan cara-cara yang hikmah dalam menyampaikannya kepada suami, bisa secara mesra, dan lemah lembut, dan tidak menggunakan kalimat-kalimat yang memancing emosi ataupun amarah, dan terkesan menggurui. Dan tetaplah tabah dan sabar menghadapi celaan, ejekan, dan hinaan, dan tidak boleh menyebabkan hubungan dengan suami menjadi retak. Hendaklah selalu meminta pertolongan Allah agar diberi keteguhan dalam prinsip, kemudahan dan jalan keluar dari kesulitan ini, kemudian meminta pertolongan sanak kerabat, dan kawan-kawan dekat suami. Senantiasalah membalas segala keburukan dengan kebaikan, dan pilihlah saat-saat yang tepat untuk dialog, dan sadarilah sekali lagi bahwa jalan ke Surga memang penuh dengan onak dan duri, dan tidak akan diberikan Allah kecuali setelah melewati kepayahan, kerja keras, dan tabah menanggung segala rintangan dan hambatan di jalan Allah.

9. Kata orang tua saya, tidak berhijab lebih baik. Dan saya yakin orang tua selalu menginginkan yang terbaik buat anaknya.

Saudariku, benar bahwa orang tua pasti selalu menginginkan yang terbaik buat anak puterinya. Namun, harus kita fahami, bahwa orang tua kita berpendapat akan sesuatu amat dilandasi oleh pemahamannya. Terkait masalah jilbab, amat boleh jadi, orang tua kita belum mendapatkan ilmunya, sejak kecilnya. Maka tugas kitalah secara perlahan-lahan menyadarkan orang tua kita, dan melakukan lobi-lobi internal, agar akhirnya menjadikan orang tua kita pendukung sejati niat kita untuk berhijab, dan bahkan mengikuti anaknya dalam berhijab. Subhanallah.

Nabi kita, Rasulullah SAW pernah bersabda,
'Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan ditanya tentang yang dipimpinnya ....' (H.R. Bukhari)

Seorang ayah adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan akan ditanya Allah di hari Kiamat tentang orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya. Hendaknya seorang ayah bertanya pada dirinya sendiri :
- Berapa banyak pemuda yang telah tergoda oleh puterinya?
- Seberapa jauh puterinya telah menyebabkan penyimpangan para pemuda?
- Berapa banyak hinaan yang dilontarkan para pemuda kepadanya?

Semoga Allah senantiasa mengisi hati kita dengan cahayaNya yang tidak pernah padam, dan memenangkan kita dalam pertarungan kita melawan kejahatan syaithan, jin, dan manusia. Memerdekakan diri kita dari tawanan hawa nafsu, menuju alam kebebasan, kemuliaan, kehormatan, dan ketenangan, dan alam kesucian.

10. Hijab hanyalah kebudayaan orang Arab, dan hijab tidak sesuai dengan mode masa kini.

Saudariku, memang benar bahwa kebanyakan budak wanita di masa Rasulullah tidak berhijab, dan sebagian dari hartawan di kalangan wanita mengenakan hijab. Tapi kita harus fahami sebuah kejadian menarik di Madinah ketika Surah Al Ahzab:59 diturunkan, dimana terjadi Peristiwa yang amat menghebohkan di Madinah. Kedua setelah MIRAS. Apakah itu? Bagaimana 10 tahun awal da'wah Rasulullaah di Makkah Al Mukarramah tidak pernah menyinggung masalah syari'at. Beliau hanya menekankan pada masalah tauhid dan aqidah. Karena memperkuat penyerahan diri manusia atas Penciptanya adalah yang paling utama.

Membina keikhlasan dan kesungguhan (mujahadah) dalam mengusung kalimat 'Laa ilaaha illallaah wa Muhammad Rasul Allah' adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita lihat bersama, bagaimana setelah keimanan umat Islam di Madinah telah begitu kokohnya, dan begitu pasrahnya mereka akan aturan Allah, dan begitu cintanya mereka pada Rasul Allah, ketika turun ayat Al Qur'an yang memerintahkan kaum wanita untuk mengenakan kerudung hingga ke dadanya, dan tidak memperlihatkan auratnya kepada laki-laki, pamannya, dll, (sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an), dan ketika berita ini sampai ke telinga mereka, maka prinsip mereka hanya satu, yakni SAMI'NA wa ATHO'NA, kami dengar dan kami segera ta'at.

Seluruh pasar-pasar di madinah, seluruh tempat-tempat di madinah menjadi riuh, karena para wanitanya yang saat itu sebagian besar tidak berkerudung, berlari ke sana kemari mencari segala sesuatu yang bisa menutupi rambut mereka, seperti goni, gorden rumah, dll. Subhanallaah, begitulah kita lihat bersama bagaimana mereka benar-benar hanya mengharapkan kebaikan di akhirat yang kekal abadi saja.

Dan ingatlah bahwa ayat itu tidak diturunkan khusus untuk orang Arab, tapi kalimatnya ditujukan untuk seluruh wanita-wanita mukmin, wanita-wanita yang benar-benar beriman kepada Penciptanya.

Saudariku sekalian, demikian 10 Jawaban yang saya susun, tiada lain kecuali berharap mengetuk pintu kesadaran saudariku sekalian untuk kembali kepada tuntunan suci Al Qur'an dan As Sunnah, agar jalan hidup kita menjadi lurus, dan mendapatkan kebaikan hidup baik di dunia maupun kehidupan akhirat kelak yang tidak memiliki batasan akhir kehidupan (kekal abadi). Apakah kita kekal dalam kebahagiaan, atau kekal dalam siksanya Allah, seluruhnya terpulang pada diri kita masing-masing. Tidak ada seorangpun yang berhak memaksa orang lain untuk berpaling dari keyakinannya, hanya kewajiban menyeru ke jalan Allah lah yang wajib ditunaikan.

Berfirman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah : 272,
'Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya'.

Oleh karenanya, janganlah kita termasuk kepada golongan orang-orang yang mengunci mati hati mereka dari datangnya petunjuk, menutup rapat-rapat telinga kita, sehingga hidayah semakin jauh dari kita. Bersegeralah menuju ridhonya Allah, di hari-hari hidup kita yang masih tersisa ini.

Allaahu a'lam, waliyyut taufiiq.

#######

Maraaji'
- Al Qur'an
- As Sunnah
- Ila ukhti ghairil muhajjabah, mal maani' minal hijab?, Abdul Hamid Al Bilaly

Doa untuk Kekasih...

Allah yang Maha Pemurah...

Terima kasih Engkau telah menciptakan dia
dan mempertemukan saya dengannya.

Terima kasih untuk saat-saat indah
yang dapat kami nikmati bersama.

Terima kasih untuk setiap pertemuan
yang dapat kami lalui bersama.

Saya datang bersujud dihadapanMU...

Sucikan hati saya ya Allah, sehingga dapat melaksanakan kehendak dan rencanaMU dalam hidup saya.

Ya Allah, jika saya bukan pemilik tulang rusuknya, janganlah biarkan saya merindukan kehadirannya...
janganlah biarkan saya, melabuhkan hati saya dihatinya..
kikislah pesonanya dari pelupuk mata saya dan jauhkan dia dari relung hati saya...

Gantilah damba kerinduan dan cinta yang bersemayam didada ini dengan kasih dari dan padaMU yang tulus, murni...
dan tolonglah saya agar dapat mengasihinya sebagai sahabat.

Tetapi jika Engkau ciptakan dia untuk saya...
ya Allah tolong satukan hati kami...
bantulah saya untuk mencintai, mengerti dan menerima dia seutuhnya...
berikan saya kesabaran, ketekunan dan kesungguhan untuk memenangkan hatinya...

Ridhoi dia, agar dia juga mencintai, mengerti dan mau menerima saya dengan segala kelebihan dan kekurangan saya
sebagaimana telah Engkau ciptakan...

Yakinkanlah dia bahwa saya sungguh-sungguh mencintai dan rela membagi suka dan duka saya dengan dia...

Ya Allah Maha Pengasih, dengarkanlah doa saya ini...
lepaskanlah saya dari keraguan ini menurut kasih dan kehendakMU...

Allah yang Maha kekal, saya mengerti bahwa Engkau senantiasa memberikan yang terbaik untuk saya...
luka dan keraguan yang saya alami, pasti ada hikmahnya.

Pergumulan ini mengajarkan saya untuk hidup makin dekat kepadaMU untuk lebih peka terhadap suaraMU yang membimbing saya menuju terangMU...

Ajarkan saya untuk tetap setia dan sabar menanti tibanya waktu yang telah Engkau tentukan....

Jadikanlah kehendakMU dan bukan kehendak saya yang menjadi dalam setiap bagian hidup saya...

Ya Allah, semoga Engkau mendengarkan dan mengabulkan permohonanku.

Amien.

untuk seseorang yang telah mengisi ruang hati yg dulu hampa..

Doa Ibu untukmu

Ya Ghaffar, ya Rahim
Kau letakkan di rahim kami anak-anak negeri ini
Kau amanatkan diri-diri mereka pada lindungan kasih-sayang kami
kau percayakan jiwa-jiwa mereka pada bimbingan ruhani kami
Kau hangatkan tubuh-tubuh mereka dengan dekapan cinta kami
Kau besarkan badan-badan mereka dengan aliran air susu kami

Tuhan kami, kami telah sia-siakan kepercayaan-Mu
kesibukan telah menyebabkan kami melupakan amanat-Mu
hawa nafsu telah menyeret kami untuk menelantarkan buah hati kami
tidak sempat kami gerakkan bibir-bibir mereka untuk berzikir kepada-Mu
tidak sempat kami tuntun mereka untuk membesarkan asma-Mu
tidak sempat kami tanamkan dalam hati mereka kecintaan kepada Nabi-Mu

Kami berlomba mengejar status dan kebanggaan
meninggalkan anak-anak kami dalam kekosongan dan kesepian

Kami memoles wajah-wajah kami dengan kepalsuan
membiarkan anak-anak kami meronta dalam kebisuan

Kami terlena memburu kesenangan
sehingga tak kami dengar lagi mereka menangis manja
sambil memandang kami dengan pandangan cinta
seperti dulu, ketika mereka mengeringkan air mata mereka
dalam kehangatan dada-dada kami

Dosa-dosa kami telah membuat anak-anak kami menjadi pemberang, pembangkang, dan penentang-Mu

Dosa-dosa kami telah membuat hati mereka keras, kasar, kejam, dan tidak tahu berterima kasih

Sebelum Engkau ampuni mereka, Ya Allah
ampunilah lebih dahulu dosa-dosa kami

Ya Allah, berilah kami peluang untuk mendekap tubuh mereka
dengan dekapan kasih sayang kami
berilah kami waktu untuk melantunkan pada telinga mereka
ayat-ayat Alquran dan Sunnah Nabi-Mu
Berilah kami kesempatan untuk sering menghadap-Mu
dan memohon kepada-Mu seusai salat kami
untuk keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan anak-anak kami

Bangunkan kami di tengah malam untuk merintih kepada-Mu
mengadukan derita dan petaka yang menimpa anak-anak negeri ini
Izinkan kami membasahi tempat sujud kami
dengan air mata penyesalan akan kelalaian kami

Ya Allah, ya Jabbar, ya Ghaffar
Anugerahkan kepada para pemimpin kami kearifan
untuk mendidik anak-anak negeri ini dalam kesalehan
Berikan kepada mereka petunjuk-Mu
sehingga mereka menjadi suri teladan bagi kami dan anak-anak kami

Limpahkan kepada mereka perlindungan-Mu
supaya mereka melindungi kami dengan keadilan-Mu
Jauhkan mereka dari kezaliman
sehingga kami dapat mengabdi-Mu dengan tentram dan aman

Ya Rahman, ya Rahim
Indahkan kehidupan kami dengan kesalehan anak-anak kami
Peliharalah anak-anak kami yang kecil
Kuatkanlah anak-anak kami yang lemah
Sucikan kalbu mereka
Bersihkan kehormatan mereka
Sehatkan badan mereka
Cerdaskan akal mereka
Indahkan akhlak mereka
Gabungkanlah mereka bersama orang-orang yang bertakwa kepada-Mu
yang mencintai Nabi-Mu, keluarganya yang suci, dan sahabatnya yang mulia
yang berbakti kepada orangtuanya
yang bermanfaat kepada bangsanya
yang berkhidmat kepada sesama manusia

Wahai Zat yang nama-Nya menjadi pengobat
yang sebutan-Nya penyembuhan
yang ketaatan-Nya kecukupan
sayangi kami yang modalnya hanya harapan
dan senjatanya hanya tangisan
Kabulkanlah doaku Ya Allah.
sumber : milis Isnet-BL

a Prayer

Doa Para Akhwat yang sangat merindukan datangnya seorang pendamping

Untuk Para Akhwat.... mari kita Aminkan Doa ini.......
Untuk Para Ikhwan.... Dengarlah Doa Para Akhwat yang sangat merindukan datangnya seorang pendamping....

Peringatan Rasulullah: "Bukan termasuk golonganku orang-orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah." (HR. Thabrani).

Apa yang menghimpit saudara kita sehingga MEREKA SANGGUP MENETESKAN AIR MATA. Awalnya adalah KARENA MEREKA MENUNDA APA YANG HARUS DISEGERAKAN, MEMPERSULIT APA YANG SEHARUSNYA DIMUDAHKAN. Padahal Rasululloh berpesan: "Wahai Ali, ada TIGA PERKARA JANGAN DITUNDA-TUNDA, apabila SHOLAT TELAH TIBA WAKTUNYA, JENAZAH APABILA TELAH SIAP PENGUBURANNYA, dan PEREMPUAN APABILA TELAH DATANG LAKI-LAKI YANG SEPADAN MEMINANGNYA." (HR Ahmad)

M. Fauzil Adhim



Tuhanku...
Aku berdo'a untuk seorang pria yang akan menjadi bagian dari hidupku
Seseorang yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu

Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting
Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan Engkau
dan berusaha menjadikan sifat-sifatMu ada pada dirinya
Dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup sehingga hidupnya tidaklah sia-sia

Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah

Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapi karena hatiku
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam setiap waktu dan situasi
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku di sisinya


Tuhanku...
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna,
sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya
Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya
Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna

Tuhanku...
Aku juga meminta,
Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga
Berikan aku hati yang sungguh mencintaiMu sehingga aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku

Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu
Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya

Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya
Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana, mampu memberikan semangat serta mendukungnya setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan:
"Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku pasangan yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna."

Aku mengetahui bahwa Engkau ingin kami bertemu pada waktu yang tepat
Dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang telah Engkau tentukan

Amin....

Kidung Sebuah Hati IV

Publikasi : Wed, 13 Jul 2005
Oleh : Ikriima Ghaniy

Kidung
Mengantar lembayung ke peraduan
Mestinya ia belum lagi terlena

Nyanyian angin menguak tabir malam
Sedang raga ini dalam keterpanaan
Tenggelam, entah kemana...

Kidung anak padang
Pada dunia mereka berlagu dendang
Kidung anak pantai
Menantang debur ombak menyerbu pantai
Meliuklah nyiur melambai-lambai

Kidung cinta anak rantau
Lagu miris, serak dan parau
Pada dunia bertanya, mengapa bunda menangis lagi
Kidung belum lagi selesai, tapi cinta telah pergi

Kidung Sebuah Hati III

Publikasi : Wed, 13 Jul 2005
Oleh : Ikriima Ghaniy

Pikirkanlah
Nafas-nafas yang tiada ujung pangkalan Yang maya, mengapa tumbuhkan harapan
Yang semu mengapa kau jadikan tumpuan
Rindu itu bertaut, bukan dengan bayangan

Pikirkanlah
Kepada siapa berlabuhnya sebuah hati
Berapa lama lagi engkau akan bermimpi
Raga semakin ringkih membawa diri
Raga kian tak sabar menunggu mati

Hai jiwa,
Kegersangan merindu siraman
Kehausan jangan membawamu mereguk lautan
Sesuatu tengah dicari, belum lagi kau temui
Akankah disini engkau dapati…
Kian maya saat dirasa nyata

Jangan bersandar pada nyanyian indah
Jangan berkaca pada cermin yang pecah
Bersandarlah di tepi malam
Ketika selimut membuai tiap hati insan
Percayalahpada kekuatan doa
Karena Dia Maha Mengabulkan

Kidung Sebuah Hati II

Publikasi : Wed, 13 Jul 2005
Oleh : Ikriima Ghaniy

Pernah
Di sebalik raga yang tanpa daya
Terlalu angkuhnya tuk mengungkap rasa
Atau tak berani jujur, aku manusia biasa
Ada ketakutan, ketakutan berlebihan
Terluka, kecewa, merana
Meski semua itu hiasan cinta

Pernah
Hati ini jujur terbuka
Bahkan percaya sepenuhnya, jiwa & raga
Kiranya bukan cinta berbalas cinta
Dua hati berbeda rasa
Bukan menuai kasih, salah menyemai benih
Ceceran tersisa, pedih…perih

Pernah
Sekujur badan ini terpaku
Keindahan…sempurnanya penciptaan
Kiranya bukan pula untukku dia di ciptakan
Rindu-rindu kian damba pertemuan

Pernah
Hati menyadari
Hakekatnya cinta karunia Illahi
Mencintalah karena Dia mencintai
Dan kebencian itu, hanya apa yang Dia benci

Kidung Sebuah Hati

Publikasi : Wed, 13 Jul 2005
Oleh : Ikriima Ghaniy

Mungkin
Hanya satu perasaan yang mau tahu
Jejak jejak kembara menggapai rindu
Teriringi angin musim kemarau, layu
Terasa syahdu, sarat makna, malam itu

Mungkin
Harus hapuskan tetesan peluh & airmata
Datangnya memberi kesegaran ,amat lembut terasa
Tak terkata, jauh … jauh diatas belai mesra
Jiwa yang rindu mendamba-damba
Menyatau damai ini berlama-lama

Mungkin
Harus dijaga rahasia
Menggebunya rindu & dahsyatnya gelora
Agar tiada cemburu atau buruk sangka
Tentang jiwa raga berpeluk cinta

Mungkin
Harus memilih diam
Atau menirunya... semut hitam
Merambat pelan pada bongkah pualam
Dikala malam... kelammm…

Ketika Kutemukan Cinta

Publikasi : Fri, 24 Jun 2005

Dalam keheningan Sahara Yulara*
Dalam terdamparnya jiwa yang ramai menjadi sunyi...

Kutemukan Cinta...

Cinta itu begitu melekat pada sapuan pandangan...
hinggga tiap sudutnya termakna ketulusan yang membunga jiwa

Begitu cantiknya Cinta itu terlihat, seolah Sahara bagai Swarga
Dan begitu selaras bilur Cinta itu terasa, hingga meruah menjadi makna

Wahai Sang pemilik Cinta...
Sungguh Engkau menabur Cinta tiada segan...
Engkau Ciptakan Uluru* yang tegar, besar dan memerah...
Dan kokohnya Kata Tjuta* yang memangku kaki langit Australia

Semua untuk piala piala Cinta...
Aborigin yang legam bisa singgah didalamnya
mamalia yang melata, Kangguru, dan Unta berkumpul menyatu
Semua merasakan tebaran cinta Mu

Sampailah pada sudut relung hati ini
Pemilik piala cinta yang telah usang
yang rapuh memaknai cinta dan Karunia

Wahai Pemilik Lautan Cinta...
Jadikan jiwa dan hati ini tunduk dan patuh pada kebesaran cintamu
yang kan menjadikan piala cinta ini kemilau kembali

Jadikan tatapan Sahara Yulara ini menjadi luas
seluas hati ini meraih benih akan cinta-Mu.

Dan jadikan bingkai alam ciptaanMu ini
kelak menjadi bingkai cinta yang Kau persembahkan
sebagai hadiah cantik dalam hidupku.

Untuk Mu Alloh..., Ku meminang CintaMu.

Sajada wajhiya lilladziy khalakahu...
Wajahku telah bersujud kepada yang telah menciptakannya
Washawarahu wasaqa sam'ahu wabasharu
dengan meng-fungsikan pendengaran dan penglihatannya
bihawlihi waquwatihi
dengan kemampuan dan kekuatannya
Fatabaarakallahu ahsanul khaaliqiyna.
Maha Suci Alloh sebaik-baik Pencipta.

(Do'a Sang Kekasih yang telah lama menerima CintaNya...Muhammad SAW)


Juni 23. 2005.
Gurun Sahara Yulara.
Ayers Rock, Nortern Teritory. Australia.

Pramudya.
(Demi Chef at Sail and The Desert Hotel-Ayers Rock Resort)


------------
Ket:
Yulara adalah nama sebuah county wilayah NT - Darwin, Australia.
"Uluru" / Ayers Rock adalah Batu merah besar ditengah gurun Yulara
"Kata tjuta" / mount Olga adalah sebuah gunung Batu besar yg berwarna merah

Uluru dan kata Tjuta selain tempat bernaung Aborigin jg sebagai tempat kegiatan keagamaan yang sakral. berjuta burung yang indah selalu singgah melewati udara Yulara, udaranya sejuk dan bersih.

Ketika Engkau Bersembahyang

Oleh : Emha Ainun Nadjib

Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar

Bacaan al-fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya

Tegak tubuh alif-mu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis

Sujud adalah satu-satunya hakikat hidup
Karena pejalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali

Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan diperas jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya

Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapa pun juga

Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy

Kasih Sayang Lebih Mulia dari Cinta

Dihadapan orang yang kau cintai,
Musim dingin berubah menjadi musim semi yang indah
Dihadapan orang yang kau sukai,
Musim dingin tetaplah dingin, hanya suasana yang lebih indah mewarnainya

Dihadapan orang yang kau cintai,
Jantungmu tiba-tiba berdebar lebih cepat
Dihadapan orang yang kau sukai,
Kau hanya merasa senang dan gembira saja

Apabila engkau melihat kepada mata orang yang kau cintai,
Matamu berkaca-kaca
Apabila engkau melihat kepada mata orang yang kau sukai,
Engkau hanya tersenyum saja

Dihadapan orang yang kau cintai,
Kata-kata yang keluar berasal dari perasaan yang terdalam
Dihadapan orang yang kau sukai,
Kata-kata hanya keluar dari pikiran saja

Jika orang yang kau cintai menangis,
Engkau pun akan ikut menangis di sisinya
Jika orang yang kau sukai menangis,
Memang hatimu menangis namun kau hanya menghibur saja

Perasaan cinta dimulai dari mata,
Sedangkan rasa suka lebih dimulai dari telinga
Jadi jika kau mau berhenti menyukai seseorang,
Cukup dengan menutup telingamu
Tapi bila kau mencoba menutup matamu dari orang yang kau cintai,
Cinta itu berubah menjadi tetesan air mata
Dan terus bersemayam di hatimu dalam waktu yang tak singkat

Tetapi selain rasa suka dan cinta,
Ada perasaan yang jauh lebih dalam,
Yaitu rasa sayang.

Sayang yang tidak hilang secepat cinta pergi,
Sayang yang tidak mudah berubah,
Perasaan yang dapat membuatmu berkorban
Untuk orang yang kau sayangi
Mau menderita demi kebahagiaan orang yang kau sayangi

Cinta ingin memiliki, tetapi sayang hanya ingin melihat
Orang yang disayanginya bahagia…walaupun harus kehilangan


Dikutip dari majalah KARITAS Edisi XXI / 4 – Juli 2005

Wassalaamu'alaikum