Selasa, 07 Oktober 2008

Petunjuk Mencari Suami

Muslim, Taat Beragama dan Baik Akhlaqnya

Allah berfirman dalam ayat berikut:

" ... Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman" (QS An-Nisaa': 141)

" ... Mereka tiada henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" (QS Al-Baqarah: 217)

" ... Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita- wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya ... " (QS Al-Baqarah: 221)

Petunjuk mencari suami yang pertama dan utama yaitu taat beragama karena kekuasaan dan wewenang untuk memimpin keluarga diberikan kepada suami. Wanita muslim yang menikah dengan lelaki non muslim berarti telah yang haram sebab wanita muslim hanya dihalalkan bersuamikan seorang laki-laki muslim. Wanita muslim yang melanggar ketentuan ini maka pernikahannya tersebut tidak sah dan dinilai sebagai perbuatan zina. Wanita muslim yang menikah dengan laki-laki non muslim akan mengalami kerugian duniawi dan ukhrawi. Di dunia ia akan mengalami kemerosotan aqidah sehingga kecintaannya kepada agama dan semangatnya untuk dekat dengan Allah semakin lemah. Kondisi kejiwaan ini akan menimbulkan keraguan dan perasaan bingung bila menghadapi masalah dalam kehidupan.

Adapun kerugian ukhrawi yaitu adzab dan siksa dari Allah sejak masuk liang kubur sampai hari kebangkitan berupa adzab neraka. Setiap muslim haruslah mencari tahu keislaman laki-laki yang melamar anak perempuan atau dirinya. Jika laki-laki tersebut bukan seorang muslim maka wanita atau orang tua harus menolak lamarannya.

Jika laki-laki tersebut bersedia menjadi seorang muslim maka yang bersangkutan diuji dahulu keislamannya beberapa lama sehingga dapat dibuktikan apakah dia menjadi muslim secara ikhlas atau hanya berpura-pura.

Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits:

"Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya, hendaklah kamu nikahkan dia karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas." (H.R Tirmidzi dan Ahmad)

Hadits tersebut memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin khususnya para orang tua atau wali untuk memperhatikan ketaatan beragama dan akhlaq laki-laki yang akan menjadi suami dari anak atau perempuan di bawah perwaliannya. Bila ada laki-laki yang taat beragama dan baik akhlaqnya namun dia tidak mampu membiayai dirinya untuk menikah, masyarakat muslim harus memberikan bantuan kepada yang bersangkutan agar dapat menikah dengan baik.

Jika tidak ada yang membantu dan membiarkannya membujang karena tidak mendapatkan perempuan yang bersedia menjadi istrinya maka mereka yang membujang mudah terjerumus ke dalam perzinaan yang berakibat rusaknya moral masyarakat.

Seorang perempuan sering kali lebih memperhatikan kemampuan materi dari laki-laki yang akan menjadi calon suaminya dan mengabaikan sisi agama dan tanggung jawabnya dalam merealisasikan kehidupan beragama sehari-hari. Ia menganggap bahwa yang lebih penting adalah kemampuan materi seorang suami untuk mewujudkan kesejahteraan bagi keluarganya.

Anggapan semacam ini akan merugikan seorang perempuan karena suami yang beranggapan bahwa yang penting adalah pemenuhan kebutuhan harta benda tidak akan mau peduli akan pemberian pelayanan akhlaq yang baik kepada keluarganya. Dia merasa bebas dan merdeka untuk berbuat apa saja selama dapat memenuhi kebutuhan materi keluarganya. Secara materi istri dan anak-anaknya berkecukupan tetapi menderita tekanan mental dan mengalami gangguan psikologis akibat perbuatan sewenang-wenang suaminya.

Seorang muslimah yang benar-benar lebih mengutamakan keselamatan agamanya daripada sekedar mengejar hawa nafsunya, hendaklah menjauhkan diri dari langkah yang membahayakan keselamatan agama dirinya dan anak-anaknya. kelak. Jangan sampai terjadi setelah menikah, seorang muslimah menjadi orang yang meninggalkan agamanya, misalnya meninggalkan shalat tanpa alasan yang dapat dibenarkan, melepaskan jilbabnya dan perbuatan dosa lainnya yang dimurkai oleh Allah.


Menjauhi Kemaksiatan

Allah berfirman dalam ayat berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan." (QS At-Tahrim: 6)

Ayat di atas menegaskan bahwa kepala keluarga bertanggung jawab untuk mejauhkan anggota keluarganya dari segala macam perbuatan dosa. Seorang suami yang membiarkan istri dan anak-anaknya melakukan perbuatan dosa, dia tidak layak untuk menjadi kepala keluarga. Setiap perempuan muslim hendaknya memperhatikan hal ini karena laki-laki yang mempunyai pengetahuan agama yang baik belum tentu taat dalam beragama. Adakalanya mereka memanfaatkan pengetahuan agamanya untuk memutarbalikkan yang haram menjadi halal.

Seorang wanita atau walinya sebelum menerima seorang laki-laki untuk menjadi suaminya harus memperoleh keyakinan bahwa calon suaminya adalah orang yang tidak suka, bahkan sangat membenci kemaksiatan. Suami yang tidak perduli dengan kemaksiatan sama halnya dengan mendapatkan teman yang menjerumuskan diri dan keluarganya ke dalam neraka.


Kuat Semangat Jihdanya

Maksud jihad disini ialah kesungguhan untuk membentengi dan membela kepentingan Islam dari mereka yang ingin menghancurkan Islam Bila seorang muslim berdiam diri dalam menghadapi musuh-musuh berarti ia lemah semangat jihadnya dan tergolong lemah imannya. Seorang perempuan muslim harus memperhatika masalah ini karena suami yang lemah semangat jihadnya dapat berakibat kehidupan keagamaan keluarganya menjadi lemah.


Dari Keluarga yang Shalih dan Taat Kepada Orang Tuanya

Keluarga yang shalih akan berusaha melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya sehingga membawa kebaikan bagi keluarganya dan masyarakat di sekitarnya. Keluarga ini selalu takut dan malu kepada Allah ketika mereka akan melalukan perbuatan dosa.

Untuk mengetahui apakah calon suami termasuk dari keluarga yang shalih harus diadakan suatu penelitian dan pengamatan terhadap yang bersangkutan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengunjungi keluarga calon suami, memperhatikan lingkungan tempat tinggalnya dan lingkungan tempat dia bekerja dan teman-temannya.

Dalam melakukan penelitian ini tidak harus seorang muslimah mendatangi langsung tetapi dapat mewakilkannya kepada saudaranya atau jika ingin datang langsung sebaiknya ditemani oleh salah seorang saudaranya.

Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda:

"Berbaktilah kepada kedua orang tua kalian, niscaya kelak anak- anak kalian berbakti kepada kalian dan peliharalah kehormatan (istri- istri orang), niscaya kehormatan istri-istri kalian terpelihara." (H.R Thabarani, hadits hasan)

Anak yang taat kepada orang tua yaitu anak yang mematuhi perintah orang tua dan tidak melanggar larangannya selama hal yang diperintahkan atau yang dilarangnya tidak sesuai dengan syariat Islam. Anak semacam ini akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Anak yang berbakti kepada orang tuanya kelak menjadi orang tua yang ditaati oleh anak-anaknya. Anak dapat merasakan pancaran batin dari orang tua yang taat kepada orang tuanya, sehingga hal tersebut secara psikologis dirasakan oleh anak-anaknya, kemudian mendorong mereka untuk taat kepada orang tuanya juga. Rahasia psikologis semacam ini diungkapkan oleh Rasulullah saw dalam hadits di atas.

Bila ternyata calon suaminya orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka kemungkinan besar ia akan berlaku durhaka pula kepada istrinya.

Tidak ada komentar:

Wassalaamu'alaikum