Selasa, 07 Oktober 2008

Sebab-sebab Istiqamah

Semua orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian tentu menginginkan keselamatan hidup di dunia dan akhirat, terlebih lagi ketika dia mendapati kenyataan akan rusaknya kondisi umat manusia dimasa sekarang ini, ditambah lagi dengan tersedianya pelbagai macam fasilitas dan sarana yang mendukung kerusakan-kerusakan tersebut.

Hal ini sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW tentang dahsyatnya fitnah-fitnah dan kerusakan yang akan muncul secara silih berganti di akhir zaman dalam sabda beliau SAW:

"Bersegeralah kamu dengan mengerjakan amalan-amalan (shaleh) sebelum muncul berbagai macam fitnah (kerusakan/penyimpangan dalam agama) yang (gambarannya) seperti bagian malam yang gelap gulita, (sehingga) ada orang yang di waktu pagi dia masih memiliki iman, tapi di waktu sore dia telah menjadi orang yang kafir, dan (ada juga) yang di waktu sore dia masih memiliki iman, tapi besok paginya dia telah menjadi orang yang kafir, dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia". (HR Muslim)

Maka, berdasarkan kenyataan tersebut, seorang muslim yang hidup di zaman ini wajib mempelajari dan mengetahui sebab-sebab yang bisa membantunya - dengan izin Allah SWT- untuk tetap teguh dan istiqamah di atas agama Allah SWT sampai dia dipanggil menghadap-Nya.

Dalam Al-Qur'an dan Hadits-hadits yang shahih Allah SWT dan Rasul-Nya SAW telah menjelaskan sebab-sebab tersebut, beberapa sebab penting diantara sebab-sebab tersebut antara lain:

1. Memahami dan mengamalkan dua kalimah syahadat dengan baik dan benar.

Allah SWT berfirman:
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan 'ucapan yang teguh' dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki" (QS Ibrahim: 27)

Makna 'ucapan yang teguh' dalam ayat ini adalah dua kalimah syahadat yang difahami dan diamalkan dengan benar, sebagaimana yang di tafsirkan sendiri oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam kitab shahihnya (jilid 4, hal 1735):

Dari Baro'bin 'Azib ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Seorang muslim ketika dia ditanya (diuji) di dalam kuburnya (oleh malaikat Munkar dan Nakir) maka dia akan bersaksi bahwa 'tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, itulah makna firman-Nya: 'Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat".

2. Membaca Al-Qur'an dengan menghayati dan merenungkannya.

Al-Qur'an adalah sumber peneguh iman yang paling utama bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah:

"Katakanlah: 'Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Rabb mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS An Nahl: 102)

Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tujuan diturunkannya Al-Qur'an secara berangsur-angsur adalah untuk menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah SAW, Allah SWT berfirman:

"Berkatalah orang-orang yang kafir: mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali saja?; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)". (QS Al Furqan: 32)

3. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.

Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa salah satu diantara sebab utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Rasulullah SAW adalah keberadaan Rasulullah SAW ditengah-tengah mereka. Allah SWT berfirman:

"Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus". (QS Ali Imran: 101)

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)" (QS At Taubah: 119)

Dalam sebuah hadits yang hasan, Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya diantara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan" (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah dalam kitab "Sunan"/ jilid 1 hal. 86 dan Al Baihaqi dalam'Syu'abul Iman'/ jilid 1, hal. 455 dan imam-imam lainnya, dan di hasankan oleh Syekh Al Albani)

4. Berdo'a kepada Allah.

Dalam Al-Qur'an Allah SWT memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo'a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah SWT berfirman:

"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan: 'Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan"(Ali Imran: 146-148)

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
"Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (QS Al Baqarah: 250)

5. Membaca kisah-kisah para Nabi dan Rasul SAW serta orang-orang yang shalih yang terdahulu untuk mengambil suri tauladan.

Dalam Al-Qur'an banyak diceritakan kisah-kisah para Nabi, Rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu, yang Allah jadikan untuk meneguhkan hati rasulullah SAW dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah SWT befirman:

"Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman". (QS Huud 120)

Perkawinan Prof. Dr. Quraish Shihab, Lc, MA

Kita melihat di kehidupan alam semesta ini pasti mempunyai pasangan. Ada jantan, ada betina. Ada gelap, ada terang. Ada hidup dan ada mati. Bahkan sesuatu yang dulu belum kita ketahui ternyata berpasangan. Contohnya di dalam atom, ternyata ada electron yang berpasangan dengan proton. Yang tidak memiliki pasangan hanyalah Allah swt.

Manusia pun diberi pasangan oleh Allah. Karena itu, berpasangan adalah sunnah kehidupan. Karena itu, Allah menganjurkan bagi yang mampu untuk nikah dan kawin.

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu…” (QS.24:32).

Namun apabila kita tidak mampu, kita dianjurkan oleh Allah untuk menunda perkawinan.

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. 24:33).

Judul diatas Perkawinan adalah yang dimaksud sebenarnya adalah berpasang-pasangan karena diambil dari kata Zawaj yang artinya berpasang-pasangan.

Mengapa manusia harus kawin?

Pada dasarnya manusia tidak senang dengan kesendirian, dia membutuhkan teman untuk mencurahkan isi hatinya, dengan ngobrol, bercanda dan menumpahkan cintanya pada orang yang disayanginya.

Perkawinan atau berpasang-pasangannya alam termasuk binatang berbeda dengan perkawinan antar manusia. Hal itu dikarenakan jika binatang kawin maka anak hasil perkawinannya bisa langsung mandiri, sedangkan manusia tidak. Karena itulah maka syarat-syarat untuk perkawinan dituntun oleh agama agar dapat diikuti oleh manusia sehingga fungsi-fungsi kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik.

Syarat-syarat perkawinan adalah :

Allah menetapkan siapa yang boleh dikawini dan siapa juga yang tidak boleh dikawini.

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (QS.4:22)

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 4:23).

“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami” (QS. 4:24).

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (QS. 2:221)

Jangan pula kita melamar seorang wanita yang sedang dilamar oleh orang lain, begitu pesan Nabi.

1. Ada calon mempelai laki-laki dan perempuan
2. Ada Wali
3. Ada Saksi 2 orang cukup
4. Ada Mahar atau mas kawin.

Nah jika syarat-syarat diatas memenuhi maka nikah sudah menjadi sah. Kita kadang terlalu mensakralkan berlebihan terhadap perkawinan pada tempat yang salah, sehingga perkawinan harus ada pesta dan aturan-aturan yang menjelimet. Tapi agama pun tidak melarang jika harus diadakan itu (aturan-aturan tambahan dari adat setempat dan sebagainya) jika sanggup, tapi jika tidak mampu maka syarat-syarat tadi sudah halal jika ijab qabul terlaksana, tidak perlu ada bacaan-bacaan Quran dan sebagainya, cukup ijab qabul, dah selesai. Kemudian agar dapat tercatat di kenegaraan kita, kita ikuti aturan pemerintah tersebut yaitu mencatat perkawinan kita di KUA untuk pendataan.

“Kebaikan itu hendaknya jangan ditunda-tunda, tapi disegerakan”. Jadi jika memang sudah sanggup diantara kedua pasangan untuk menikah maka disegerakan, jangan menunggu kaya dulu.

Tujuan perkawinan bukan hanya untuk kebutuhan seks semata, tapi tujuan perkawinan yang sesungguhnya adalah sakinah (ketenangan) untuk kita manusia.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari diri kamu, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS.30:21)

Kita lihat ayat diatas. Allah mengatakan Dia telah menciptakan untukmu isteri-isteri dari diri kamu. Apa maknanya? Maknanya adalah pasangan kita sesungguhnya adalah diri kita. Maukah kita merugikan diri Anda sendiri dalam arti merugikan pasangan Anda? Maukah Anda menyakiti diri sendiri artinya menyakiti pasangan Anda yang merupakan diri Anda sendiri? Pasangan kita adalah diri kita. Apabila kita menginginkan sesuatu maka sebelum kita mengucapkan, suami/isteri kita sudah dapat menebaknya dengan tepat apa yang kita inginkan, karena dia adalah diri kita. Begitu juga sebaliknya karena kita juga adalah dirinya. Semakin terjadi persesuaian suami-isteri, akan semakin bahagia mereka.

Untuk itu, dalam memilih pasangan, perlu ada kesetaraan, baik kesetaraan dalam beragama, kesetaraan dalam konsep hidup, pandangan hidup, kesetaraan dalam berfikir, kesetaraan dalam kedudukan. Nabipun menganjurkan “Lihatlah wanita itu sebelum kamu nikahi”. Nabi mengatakan seperti itu dengan maksud untuk melanggengkan perkawinan yang akan terjadi.

Berkaitan dengan kesetaraan dalam pandangan hidup dan kesetaraan dalam agama, maka tidak dianjurkan kawin antar agama. Larangan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda ini, dilatarbelakangi oleh keinginan menciptakan “sakinah” dalam keluarga yang merupakan tujuan perkawinan. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antara suami dan isteri. Jangankah perbedaan agama, perbedaan budaya bahkan tingkat pendidikan pun tidak jarang menimbulkan kesalahpahaman dan kegagalan perkawinan.

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman.” (QS. 2:221).

Kecuali seorang laki-laki muslim diperbolehkan untuk menikahi wanita terhormat dari ahlul kitab (nasrani), wanita terhormat bukan wanita sembarang dari ahlul kitab. Dan tidak berlaku jika wanita-wanita mu’min menikah dengan laki-laki ahlul kitab (nasrani), haram hukumnya.

“(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita muhsonat di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.” (QS.5:5).

Muhsonat dalam ayat tersebut adalah wanita terhormat, bukan wanita sembarang dari ahli kitab.

Mengapa demikian aturannya? Karena Allah menghendaki perkawinan kita langgeng, tidak hanya di dunia ini saja tapi sampai akhirat.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari diri kamu, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah.” (QS.30:21).

Coba kita perhatikan lagi arti ayat diatas. Mawaddah itu bukan berarti hanya cinta. Cinta mengenal arti ‘putus’, tapi mawaddah tidak mengenal arti putus. Cinta bisa putus, tapi mawaddah tidak. Apa sebenarnya arti Mawaddah?

Mawaddah mempunyai arti dasar yang berarti kosong. Kosong hati kita dari memori kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh pasangan kita. Suami/isteri harus sadar kalau suami/isteri bisa melakukan kesalahan yang lebih besar dari pasangannya, karena itu kosongkanlah hati dari memori kesalahan pasangan Anda.

Karena itu, selama ada mawaddah di hati berdua, tidak ada kata cerai. Allah menutup serapat-rapatnya celah untuk terjadinya perceraian, karena Allah tidak menghendaki hal itu. Seharusnya tidak ada lagi celah untuk melegitimasi adanya perceraian yang diperbolehkan.

Kata Nabi, perkawinan adalah suatu ikatan yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzha), tidak ada ikatan kuat antar manusia sekuat perkawinan atau berpasangan.

Kalaupun tidak ada mawaddah lagi, maka perlu ditanya apakah masih ada rasa rahmah (kasih sayang) pada isteri/suaminya. Kalaupun rasa rahmah juga tidak ada lagi, bagaimana dengan amanah? masih adakah amanah di hati tiap-tiap pasangan tersebut.

Amanah termasuk didalamnya adalah anak-anak, tapi juga termasuk aib dari masing-masing pasangan. Seorang isteri rela untuk menunjukkan perhiasannya kepada suaminya itu adalah sebuah amanah.

Begitulah ketika ada seseorang yang akan menceraikan istrinya, maka Umar bin Khattab bertanya kepadanya, apakah dia sudah tidak mempunyai rasa mawaddah kepadanya? Dijawab dengan tidak oleh orang tersebut. Lalu Umar bertanya kembali, apakah dia memang sudah tidak rahmah (sayang) lagi kepada isterinya? Dijawab dengan tidak kembali oleh orang tersebut. Lalu Umarpun kembali bertanya? Bagaimana dengan amanah yang sudah dia berikan kepadamu dan kamupun memberikan amanah kepadanya?

Di sini sangat menekankan Allah sangat tidak menyukai kepada perceraian, segala celah alasan untuk terjadinya perceraian ditutup rapat.

“bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS.4:19).

Sabda Nabi pula kurang lebih demikian : “Bertakwalah kepada Allah terhadap perempuan-perempuan, yang ditanganmu terdapat keputusan untuk menceraikan mereka. Kamu kawinkan mereka dengan kalimat-kalimat Allah dan menjadi halal hubungan kamu dengan mereka atas kalimat-kalimat Allah”.

Apa kalimat Allah itu? Kalimat Allah itu hanya digunakan dalam Al-Quran hanya untuk dua hal, Nikah dan Zawaj (Perkawinan, tapi arti yang lebih dekat adalah berpasang-pasangan). Kalimat Allah adalah kalimat-kalimat yang mengandung kejujuran dan adil.

Allah mengatakan bahwa Dia tidak akan mengubah kalimat-kalimatNya. Nah seharusnya manusia yang menikah dan berpasang-pasangan jika menikah itu atas kalimat-kalimat Allah tentunya mereka tidak akan mengubah-ubah. Perceraian adalah mengubah-ubah kalimat Allah. Tidak bisa diubah kalau pernikahan dan perkawinan itu terjadi dengan kalimat-kalimat Allah.

“Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah.” (QS.10:64).

Berpasangan itu harus ada bedanya, misal sepatu kanan harus berbeda dengan sepatu kiri agar bisa digunakan. Tajam dan kuatnya jarum harus diimbangi dengan lemahnya kain agar dapat digunakan dan dibuat menjadi baju. Seandainya jarum yang tajam dan kuat tidak diimbangi dengan kain yang lemah tapi dengan kain yang keras seperti tembok, maka kita tidak bisa membuat baju. Begitu juga dengan kehidupan manusia, antara suami dan isteri, kalau dua-duanya ingin mempunyai peran menjadi bapak maka perkawinan tidak akan langgeng.

Apakah lemahnya kain menandakan rendahnya derajat kain ? Tidak. Itu merupakan fenomena kesetaraan, karena kuatnya jarum jika dia sendirian, tidak ada kain maka tidak akan ada baju yang jadi. Karena itu, manusia yang sendirian maka banyak sesuatu yang belum optimal atau dapat terwujud.

Subhanallah, Allah telah menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan, banyak hikmah yang dapat kita renungkan.

Kawin atau berpasang-pasangan sesungguhnya adalah kita menyatukan jiwa, pikiran, perasaan dan jasmani kepada pasangan kita. Kita satukan semua yang ada dalam diri kita dengan pasangan kita tersebut.

NB :
Tidak mengapa dalam memilih pasangan, perempuan yang mengidolakan ayahnya mencari calon yang mempunyai karakter seperti bapaknya, begitu juga sebaliknya, laki-laki yang mengidolakan ibunya mencari calon yang mirip dengan karakter ibunya.


Metro TV, 22 Agustus 2004, 14.00 – 15.00 WIB
Publikasi: 23/08/2004

Senyum (kumpulan kisah nasruddin)

Nasrudin Pemungut Pajak

Pada masa Timur Lenk, infrastruktur rusak, sehingga hasil pertanian dan pekerjaan lain sangat menurun. Pajak yang diberikan daerah-daerah tidak memuaskan bagi Timur Lenk. Maka para pejabat pemungut pajak dikumpulkan. Mereka datang dengan membawa buku-buku laporan. Namun Timur Lenk yang marah merobek-robek buku-buku itu satu per satu, dan menyuruh para pejabat yang malang itu memakannya. Kemudian mereka dipecat dan diusir keluar.

Timur Lenk memerintahkan Nasrudin yang telah dipercayanya untuk menggantikan para pemungut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih besar. Nasrudin mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia menggantikan tugas para pemungut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Nasrudin pun dipanggil.

Nasrudin datang menghadap Timur Lenk. Ia membawa roti hangat.

"Kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Nasrudin?" bentak Timur Lenk.

"Laporan keuangan saya catat pada roti ini, Paduka," jawab Nasrudin dengan gaya pejabat.

"Kau berpura-pura gila lagi, Nasrudin?" Timur Lenk lebih marah lagi.

Nasrudin menjawab takzim, "Paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak akan kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan pada roti hangat ini."


Nasrudin Memanah

Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan Nasrudin. Karena Nasrudin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko beradu pikiran. Maka diundangnya Nasrudin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia prajurit, dunia otot dan ketangkasan.

"Ayo Nasrudin," kata Timur Lenk, "Di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuanmu memanah. Panahlah sekali saja. Kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah besar menantimu. Tapi kalau gagal, engkau harus merangkak jalan pulang ke rumahmu."

Nasrudin terpaksa mengambil busur dan tempat anak panah. Dengan memantapkan hati, ia membidik sasaran, dan mulai memanah. Panah melesat jauh dari sasaran. Segera setelah itu, Nasrudin berteriak, "Demikianlah gaya tuan wazir memanah."

Segera dicabutnya sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Masih juga panah meleset dari sasaran. Nasrudin berteriak lagi, "Demikianlah gaya tuan walikota memanah."

Nasrudin segera mencabut sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Kebetulan kali ini panahnya menyentuh sasaran. Nasrudin pun berteriak lagi, "Dan yang ini adalah gaya Nasrudin memanah. Untuk itu kita tunggu hadiah dari Paduka Raja."

Sambil menahan tawa, Timur Lenk menyerahkan hadiah Nasrudin.


Teori Kebutuhan

Nasrudin berbincang-bincang dengan hakim kota. Hakim kota, seperti umumnya cendekiawan masa itu, sering berpikir hanya dari satu sisi saja.

Hakim memulai, "Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum dan etika, ..."

Nasrudin menukas, "Bukan manusia yang harus mematuhi hukum, tetapi justru hukum lah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan."

Hakim mencoba bertaktik, "Tapi coba kita lihat cendekiawan seperti Anda. Kalau Anda memiliki pilihan: kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan dipilih?"

Nasrudin menjawab seketika, "Tentu, saya memilih kekayaan."

Hakim membalas sinis, "Memalukan. Anda adalah cendekiawan yang diakui masyarakat. Dan Anda memilih kekayaan daripada kebijaksanaan?"

Nasrudin balik bertanya, "Kalau pilihan Anda sendiri?"

Hakim menjawab tegas, "Tentu, saya memilih kebijaksanaan."

Dan Nasrudin menutup, "Terbukti, semua orang memilih untuk memperoleh apa yang belum dimilikinya."


Perusuh Rakyat

Kebetulan Nasrudin sedang ke kota raja. Tampaknya ada kesibukan luar biasa di istana. Karena ingin tahu, Nasrudin mencoba mendekati pintu istana. Tapi pengawal bersikap sangat waspada dan tidak ramah.

"Menjauhlah engkau, hai mullah!" teriak pengawal. [Nasrudin dikenali sebagai mullah karena pakaiannya]

"Mengapa?" tanya Nasrudin.

"Raja sedang menerima tamu-tamu agung dari seluruh negeri. Saat ini sedang berlangsung pembicaraan penting. Pergilah!"

"Tapi mengapa rakyat harus menjauh?"

"Pembicaraan ini menyangkut nasib rakyat. Kami hanya menjaga agar tidak ada perusuh yang masuk dan mengganggu. Sekarang, pergilah!"

"Iya, aku pergi. Tapi pikirkan: bagaimana kalau perusuhnya sudah ada di dalam sana?" kata Nasrudin sambil beranjak dari tempatnya.


Api!

Hari Jum`at itu, Nasrudin menjadi imam Shalat Jum`at. Namun belum lama ia berkhutbah, dilihatnya para jamaah terkantuk-kantuk, dan bahkan sebagian tertidur dengan lelap.

Maka berteriaklah Sang Mullah, "Api! Api! Api!"

Segera saja, seisi masjid terbangun, membelalak dengan pandangan kaget, menoleh kiri-kanan. Sebagian ada yang langsung bertanya, "Dimana apinya, Mullah ?"

Nasrudin meneruskan khutbahnya, seolah tak acuh pada yang bertanya, "Api yang dahsyat di neraka, bagi mereka yang lalai dalam beribadah."


Nasib dan Asumsi

"Apa artinya nasib, Mullah ?"

"Asumsi-asumsi."

"Bagaimana ?"

"Begini. Engkau menganggap bahwa segalanya akan berjalan baik, tetapi kenyataannya tidak begitu. Nah itu yang disebut nasib buruk. Atau, engkau punya asumsi bahwa hal-hal tertentu akan menjadi buruk, tetapi nyatanya tidak terjadi. Itu nasib baik namanya. Engkau punya asumsi bahwa sesuatu akan terjadi atau tidak terjadi, kemudian engkau kehilangan intuisi atas apa yang akan terjadi, dan akhirnya berasumsi bahwa masa depan tidak dapat ditebak. Ketika engkau terperangkap di dalamnya, maka engkau namakan itu nasib."


Orinentasi Pada Baju

Nasrudin diundang berburu, tetapi hanya dipinjami kuda yang lamban. Tidak lama, hujan turun deras. Semua kuda dipacu kembali ke rumah. Nasrudin melepas bajunya, melipat, dan menyimpannya, lalu membawa kudanya ke rumah. Setelah hujan berhenti, dipakainya kembali bajunya. Semua orang takjub melihat bajunya yang kering, sementara baju mereka semuanya basah, padahal kuda mereka lebih cepat.

"Itu berkat kuda yang kau pinjamkan padaku," ujar Nasrudin ringan.

Keesokan harinya, cuaca masih mendung. Nasrudin dipinjami kuda yang cepat, sementara tuan rumah menunggangi kuda yang lamban. Tak lama kemudian hujan kembali turun deras. Kuda tuan rumah berjalan lambat, sehingga tuan rumah lebih basah lagi. Sementara itu, Nasrudin melakukan hal yang sama dengan hari sebelumnya.

Sampai rumah, Nasrudin tetap kering.

"Ini semua salahmu!" teriak tuan rumah, "Kamu membiarkan aku mengendarai kuda brengsek itu!"

"Masalahnya, kamu berorientasi pada kuda, bukan pada baju."


Jatuh ke Kolam

Nasrudin hampir terjatuh ke kolam. Tapi orang yang tidak terlalu dikenal berada di dekatnya, dan kemudian menolongnya pada saat yang tepat. Namun setelah itu, setiap kali bertemu Nasrudin orang itu selalu membicarakan peristiwa itu, dan membuat Nasrudin berterima kasih berulang-ulang.

Suatu hari, untuk yang kesekian kalinya, orang itu menyinggung peristiwa itu lagi. Nasrudin mengajaknya ke lokasi, dan kali ini Nasrudin langsung melompat ke air.

"Kau lihat! Sekarang aku sudah benar-benar basah seperti yang seharusnya terjadi kalau engkau dulu tidak menolongku. Sudah, pergi sana!"


Pada Sebuah Kapal

Nasrudin berlayar dengan kapal besar. Cuaca cerah menyegarkan, tetapi Nasrudin selalu mengingatkan orang akan bahaya cuaca buruk. Orang-orang tak mengindahkannya. Tapi kemudian cuaca benar-benar menjadi buruk, badai besar menghadang, dan kapal terombang ambing nyaris tenggelam. Para penumpang mulai berlutut, berdoa, dan berteriak-teriak minta tolong. Mereka berdoa dan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika mereka selamat.

"Teman-teman!" teriak Nasrudin. "Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!"


Jubah Hitam

Nasrudin berjalan di jalan raya dengan mengenakan jubah hitam tanda duka, ketika seseorang bertanya, "Mengapa engkau berpakaian seperti ini, Nasrudin? Apa ada yang meninggal."

"Yah," kata sang Mullah, "Bisa saja terjadi tanpa kita diberi tahu."


Pelayan Raja

Nasrudin menjadi orang penting di istana, dan bersibuk mengatur urusan di dalam istana. Suatu hari raja merasa lapar. Beberapa koki menyajikan hidangan yang enak sekali.

"Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah ?" tanya raja kepada Nasrudin.

"Teramat baik, Tuanku."

Maka raja meminta dimasakkan sayuran itu setiap saat. Lima hari kemudian, ketika koki untuk yang kesepuluh kali memasak masakan yang sama, raja berteriak:

"Singkirkan semuanya! Aku benci makanan ini!"

"Memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku." ujar Nasrudin.

"Tapi belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan bahwa itu sayuran terbaik."

"Memang benar. Tapi saya pelayan raja, bukan pelayan sayuran."


Sama Rata Sama Rasa

Seorang filosof menyampaikan pendapat, "Segala sesuatu harus dibagi sama rata."

"Aku tak yakin itu dapat dilaksanakan," kata seorang pendengar yang skeptik.

"Tapi pernahkah engkau mencobanya ?" balas sang filosof.

"Aku pernah," sahut Nasrudin, "Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa pun yang mereka inginkan."

"Bagus sekali," kata sang filosof, "Dan bagaimana hasilnya?"

"Hasilnya? Seekor keledai yang baik dan seorang istri yang buruk."


Manipulasi Deskripsi

Nasrudin kehilangan sorban barunya yang bagus dan mahal. Tidak lama kemudian, Nasrudin tampak menyusun maklumat yang menawarkan setengah keping uang perak bagi yang menemukan dan mengembalikan sorbannya.

Seseorang protes, "Tapi penemunya tentu tidak akan mengembalikan sorbanmu. Hadiahnya tidak sebanding dengan harga sorban itu."

"Nah," kata Nasrudin, "Kalau begitu aku tambahkan bahwa sorban itu sudah tua, kotor, dan sobek-sobek."


Umur Narudin

"Berapa umurmu, Nasrudin ?"

"Empat puluh tahun."

"Tapi beberapa tahun yang lalu, kau menyebut angka yang sama."

"Aku konsisten."


Harga Kebenaran

Seperti biasanya, Nasrudin memberikan pengajaran di mimbar. "Kebenaran," ujarnya "adalah sesuatu yang berharga. Bukan hanya secara spiritual, tetapi juga memiliki harga material."

Seorang murid bertanya, "Tapi mengapa kita harus membayar untuk sebuah kebenaran? Kadang-kadang mahal pula?"

"Kalau engkau perhatikan," sahut Nasrudin, "Harga sesuatu itu dipengaruhi juga oleh kelangkaannya. Makin langka sesuatu itu, makin mahallah ia."


Yang Tersulit

Salah seorang murid Nasrudin di sekolah bertanya, "Manakah keberhasilan yang paling besar: orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu?"

"Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya," kata Nasruddin.

"Apa itu?"

"Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya."


Harmoni Buah-buahan

Nasrudin bersantai di bawah pohon arbei di kebunnya. Dilihatnya seluruh kebun, terutama tanaman labu yang mulai berbuah besar-besar dan ranum. Seperti biasa, Nasrudin merenung.

"Aku heran, apa sebabnya pohon arbei sebesar ini hanya bisa menghasilkan buah yang kecil. Padahal, labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar."

Angin kecil bertiup. Ranting arbei bergerak dan saling bergesekan. Sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Nasrudin yang sedang tidak bersorban.

"Ah. Kurasa aku tahu sebabnya."


Cara Membaca Buku

Seorang yang filosof dogmatis sedang meyampaikan ceramah. Nasrudin mengamati bahwa jalan pikiran sang filosof terkotak-kotak, dan sering menggunakan aspek intelektual yang tidak realistis. Setiap masalah didiskusikan dengan menyitir buku-buku dan kisah-kisah klasik, dianalogikan dengan cara yang tidak semestinya.

Akhirnya, sang penceramah mengacungkan buku hasil karyanya sendiri. nasrudin segera mengacungkan tangan untuk menerimanya pertama kali. Sambil memegangnya dengan serius, Nasrudin membuka halaman demi halaman, berdiam diri. Lama sekali. Sang penceramah mulai kesal.

"Engkau bahkan membaca bukuku terbalik!"

"Aku tahu," jawab Nasrudin acuh, "Tapi karena cuma ini satu-satunya hasil karyamu, rasanya, ya, memang begini caranya mempelajari jalan pikiranmu."


Penyelundup

Ada kabar angin bahwa Mullah Nasrudin berprofesi juga sebagai penyelundup. Maka setiap melewati batas wilayah, penjaga gerbang menggeledah jubahnya yang berlapis-lapis dengan teliti. Tetapi tidak ada hal yang mencurigakan yang ditemukan. Untuk mengajar, Mullah Nasrudin memang sering harus melintasi batas wilayah.

Suatu malam, salah seorang penjaga mendatangi rumahnya. "Aku tahu, Mullah, engkau penyelundup. Tapi aku menyerah, karena tidak pernah bisa menemukan barang selundupanmu. Sekarang, jawablah penasaranku: apa yang engkau selundupkan?"

"Jubah," kata Nasrudin, serius.


Jangan Terlalu Dalam

Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi --kita tahu-- menyogok itu diharamkan. Maka Nasrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.

Nasrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasrudin.

Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?"

Hakim tersenyum lebar. "Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya." Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. "Wah, enak benar mentega ini!"

"Yah," jawab Nasrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam." Dan berlalulah Nasrudin.


Tampang Itu Perlu

Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh.

"Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," kata Nasrudin.

"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," kata istrinya.

Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, "Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!" berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasrudin. Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak "Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah."

Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."

Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.

"Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim pada Nasrudin.

"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nasrudin.

"Apa buktinya?" tanya hakim.

"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"

Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.


Membedakan Kelamin

Seorang tetangga Nasrudin telah lama bepergian ke negeri jauh. Ketika pulang, ia menceritakan pengalaman-pengalamannya yang aneh di negeri orang.

"Kau tahu," katanya pada Nasrudin, "Ada sebuah negeri yang aneh. Di sana udaranya panas bukan main sehingga tak seorangpun yang mau memakai pakaian, baik lelaki maupun perempuan."

Nasrudin senang dengan lelucon itu. Katanya, "Kalau begitu, bagaimana cara kita membedakan mana orang yang lelaki dan mana yang perempuan?"


Misikin dan Sepi

Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal sebagai orang kaya, dan banyak orang yang menjadi kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.

Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.

"Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?" keluh pemuda itu.

"Jangan khawatir," jawab Nasrudin, "Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia."

Pemuda itu gembira bukan main. "Jadi saya akan segera kembali kaya?"

"Bukan begitu maksudku. Kalu salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman."


Hidangan Untuk Baju (1)

Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Dengan kecewa Nasrudin pulang kembali.

Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini Tuang Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.

Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, "Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!"

Untuk mana ia memberikan alasan "Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku."


Hidangan Untuk Baju (2)

Nasrudin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan. Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan.

Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak,

"Hai Nasrudin, gilakah kau? Masa kantongku kau tuangi air!"

"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat," jawab Nasrudin, "Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya."


Menjemur Baju

Nasrudin sedang mengembara cukup jauh ketika ia sampai di sebuah kampung yang sangat kekurangan air. Menyambut Nasrudin, beberapa penduduk mengeluh,

"Sudah enam bulan tidak turun hujan di tempat ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan kami tinggan beberapa kantong lagi. Tolonglah kami. Berdoalah meminta hujan."

Nasrudin mau menolong mereka. Tetapi ia minta dulu seember air. Maka datanglah setiap kepala keluarga membawa air terakhir yang mereka miliki. Total terkumpul hanya setengah ember air.

Nasrudin melepas pakaiannya yang kotor, dan dengan air itu, Nasrudin mulai mencucinya. Penduduk kampung terkejut,

"Mullah! Itu air terakhir kami, untuk minum anak-anak kami!"

Di tengah kegaduhan, dengan tenang Nasrudin mengangkat bajunya, dan menjemurnya. Pada saat itu, terdengar guntur dahsyat, yang disusul hujan lebat. Penduduk lupa akan marahnya, dan mereka berteriak gembira.

"Bajuku hanya satu ini," kata Nasrudin di tengah hujan dan teriakan penduduk, "Bila aku menjemurnya, pasti hujan turun deras!"

[Catatan Koen: Trik ini sering digunakan oleh kaum sufi -- menggunakan keterjepitan-keterjepitan untuk hal-hal yang berbeda.]


Bahasa Burung

Dalam pengembaraannya, Nasrudin singgah di ibukota. Di sana langsung timbul kabar burung bahwa Nasrudin telah menguasai bahasa burung-burung. Raja sendiri akhirnya mendengar kabar itu. Maka dipanggillah Nasrudin ke istana.

Saat itu kebetulan ada seekor burung hantu yang sering berteriak di dekat istana. Bertanyalah raja pada Nasrudin, "Coba katakan, apa yang diucapkan burung hantu itu!"

"Ia mengatakan," kata Nasrudin, "Jika raja tidak berhenti menyengsarakan rakyat, maka kerajaannya akan segera runtuh seperti sarangnya."


Kekekalan Massa

Ketika memiliki uang cukup banyak, Nasrudin membeli ikan di pasar dan membawanya ke rumah. Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia berpikir, "Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di sini."

Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya. Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.

"Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?"

Istrinya menjawab, "Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!"

Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya. Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras,

"Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya?"


Terburu-buru

Keledai Nasrudin jatuh sakit. Maka ia meminjam seekor kuda kepada tetangganya. Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu Nasrudin menaikinya, ia langsung melesat secepat kilat, sementara Nasrudin berpegangan di atasnya, ketakutan.

Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi.

Beberapa teman Nasrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat Nasrudin melaju kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang penting, mereka berteriak,

"Ada apa Nasrudin? Ke mana engkau? Mengapa terburu-buru?"

Nasrudin balas berteriak, "Saya tidak tahu! Binatang ini tidak mengatakannya kepadaku!"


Jatuhnya Jubah

Nasrudin pulang malam bersama teman-temannya. Di pintu rumah mereka berpisah. Di dalam rumah, istri Nasrudin sudah menanti dengan marah. "Aku telah bersusah payah memasak untukmu sore tadi!" katanya sambil menjewer Nasrudin. Karena kuatnya, Nasrudin terpelanting dan jatuh menabrak peti.

Mendengar suara gaduh, teman-teman Nasrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan bertanya dari balik pintu,

"Ada apa Nasrudin, malam-malam begini ribut sekali?"

"Jubahku jatuh dan menabrak peti," jawab Nasrudin.

"Jubah jatuh saja ribut sekali ?"

"Tentu saja," sesal Nasrudin, "Karena aku masih berada di dalamnya."


Bersembunyi

Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah Nasrudin. Kabetulan Nasrudin sedang melihatnya. Karena ia sedang sendirian aja, Nasrudin cepat-cepat bersembunyi di dalam peti. Sementara itu pencuri memulai aksi menggerayangi rumah. Sekian lama kemudian, pencuri belum menemukan sesuatu yang berharga. Akhirnya ia membuka peti besar, dan memergoki Nasrudin yang bersembunyi.

"Aha!" kata si pencuri, "Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?"

"Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya aku bersembunyi di sini."


Relativitas Keju

Setelah bepergian jauh, Nasrudin tiba kembali di rumah. Istrinya menyambut dengan gembira,

"Aku punya sepotong keju untukmu," kata istrinya.

"Alhamdulillah," puji Nasrudin, "Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut."

Tidak lama Nasrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.

"Adakah keju untukku ?" tanya Nasrudin.

"Tidak ada lagi," kata istrinya.

Kata Nasrudin, "Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi."

"Jadi mana yang benar ?" kata istri Nasrudin bertanya-tanya, "Keju itu baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi ?"

"Itu tergantung," sambut Nasrudin, "Tergantung apakah kejunya ada atau tidak."

[Catatan Koen: salah satu favorit saya]


Gelar Timur Lenk

Timur Lenk mulai mempercayai Nasrudin, dan kadang mengajaknya berbincang soal kekuasaannya.

"Nasrudin," katanya suatu hari, "Setiap khalifah di sini selalu memiliki gelar dengan nama Allah. Misalnya: Al-Muwaffiq Billah, Al-Mutawakkil 'Alallah, Al-Mu'tashim Billah, Al-Watsiq Billah, dan lain-lain. Menurutmu, apakah gelar yang pantas untukku ?"

Cukup sulit, mengingat Timur Lenk adalah penguasa yang bengis. Tapi tak lama, Nasrudin menemukan jawabannya. "Saya kira, gelar yang paling pantas untuk Anda adalah Naudzu-Billah (Aku berlindung kepada Allah (darinya)) saja."


Itik Berkaki Satu

Sekali lagi Nasrudin diundang Timur Lenk. Nasrudin ingin membawa buah tangan berupa itik panggang. Sayang sekali, itik itu telah dimakan Nasrudin sebuah kakinya pagi itu. Setelah berpikir-pikir, akhirnya Nasrudin membawa juga itik panggang berkaki satu itu menghadap Timur Lenk.

Seperti yang kita harapkan, Timur Lenk bertanya pada Nasrudin, "Mengapa itik panggang ini hanya berkaki satu, Mullah?"

"Memang di negeri ini itik-itik hanya memiliki satu kaki. Kalau Anda tidak percaya, cobalah lihat di kolam."

Mereka berdua berjalan ke kolam. Di sana, banyak itik berendam sambil mengangkat sebuah kakinya, sehingga nampak hanya berkaki satu.

"Lihatlah," kata Nasrudin puas, "Di sini itik hanya berkaki satu."

Tentu Timur Lenk tidak mau ditipu. Maka ia pun berteriak keras. Semua itik kaget, menurunkan kaki yang dilipat, dan beterbangan.

Tapi Nasrudin tidak kehilangan akal. "Subhanallah," katanya, "Bahkan itik pun takut pada keinginan Anda. Barangkali kalau Anda meneriaki saya, saya akan ketakutan dan secara reflek menggandakan kaki jadi empat dan kemudian terbang juga."


Keadilan dan Kelaliman

Tak lama setelah menduduki kawasan Anatolia, Timur Lenk mengundangi para ulama di kawasan itu. Setiap ulama beroleh pertanyaan yang sama:

"Jawablah: apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."

Beberapa ulama telah jatuh menjadi korban kejahatan Timur Lenk ini. Dan akhirnya, tibalah waktunya Nasrudin diundang. Ini adalah perjumpaan resmi Nasrudin yang pertama dengan Timur Lenk. Timur Lenk kembali bertanya dengan angkuh :

"Jawablah: apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."

Dan dengan menenangkan diri, Nasrudin menjawab :

"Sesungguhnya, kamilah, para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang lalim dan abai. Sedangkan Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha Adil kepada kami."

Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka untuk sementara para ulama terbebas dari kejahatan Timur Lenk lebih lanjut.


Timur Lenk di Akhirat

Timur Lenk meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya.

"Nasrudin! Menurutmu, di manakah tempatku di akhirat, menurut kepercayaanmu? Apakah aku ditempatkan bersama orang-orang yang mulia atau yang hina?"

Bukan Nasrudin kalau ia tak dapat menjawab pertanyaan 'semudah' ini.

"Raja penakluk seperti Anda," jawab Nasrudin, "Insya Allah akan ditempatkan bersama raja-raja dan tokoh-tokoh yang telah menghiasi sejarah."

Timur Lenk benar-benar puas dan gembira. "Betulkah itu, Nasrudin ?"

"Tentu," kata Nasrudin dengan mantap. "Saya yakin Anda akan ditempatkan bersama Fir'aun dari Mesir, raja Namrudz dari Babilon, kaisar Nero dari Romawi, dan juga Jenghis Khan."

Entah mengapa, Timur Lenk masih juga gembira mendengar jawaban itu.


Timur Lenk di Dunia

Timur Lenk masih meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya.

"Nasrudin! Kalau setiap benda yang ada di dunia ini ada harganya, berapakah hargaku ?"

Kali ini Nasrudin menjawab sekenanya, tanpa banyak berpikir.

"Saya taksir, sekitar 100 dinar saja"

Timur Lenk membentak Nasrudin, "Keterlaluan! Apa kau tahu bahwa ikat pinggangku saja harganya sudah 100 dinar."

"Tepat sekali," kata Nasrudin. "Memang yang saya nilai dari Anda hanya sebatas ikat pinggang itu saja."

Sajadah Merah

Oleh: Sugi Marjuki

“Dasar wanita jalang, gak punya harga diri. Pelacur murahan!” Linda, menghujat Shaly habis-habisan.

“Kenapa marah-marah gitu? Memang apa salahku?”

“Ah pura-pura lagi. Eh,sudah tau Mas Sugono itu langganan gue kenapa elu serobot?”

“Aku tidak nyerobot. Justru dia yang mau sendiri, ya aku sih layani aja.”

“Dasar pelacur gatel, suka ngerampas langganan orang. Sudah berapa banyak pelanggan gue yang lu rampas, masih juga ngelak!!” sungut Linda.

Linda merasa berkuasa di Vila Biru karena merasa senior. Di situ dia dua tahun Iebih lama bila dibanding Shaly. Malam yang dingin, angin menusuk kulit. Saat yang nyaman untuk tidur pulas apalagi habis kerja keras di siang harinya. Namun, bagi pelayan hidung belang, malam baginya kenikmatan yang tiada tara. Semua demi rupiah.

“Shaly, tadi malam dingin banget, ya,” ujar Risma teman dekat Shaly.

“lya, aku menggigil kedinginan.”

“Kan kamu tahu sendiri kalau malam Jum’at memang sudah tradisi, sepi!”

“Mungkin mereka takut kualat kali?”

“Ah orang macam mereka mana kenal kualat. Ngomong-ngomong, dua hari yang lalu katanya kamu ribut ya sama Linda?” Risma mengalihkan pertanyaan. Shaly, dia itu memang biang kerok, sok kuasa, belagu makanya pelanggannya pada kabur.”

“Sudahlah, jangan diusik lagi.”

“Gile, aku salut sama kamu Shaly, tidak pernah dendam. “

“Aku ini Ris, orangnya tidak mau ribut, lagian ngapain sih ribut!”

Asap mengepul-ngepul nyaris menutupi wajah mereka. Batangan-batangan rokok senantiasa setia menemani mereka dalam keadaan suka maupun duka. Rasanya tidak sreg kalau perbincangan mereka tanpa mengepulkan asap rokok yang dihisap oleh bibirnya yang selalu dilapisi gincu merah merona. Shaly, nama itu sangat kesohor bagi para hidung belang yang berkantong tebal. Vila biru nampaknya tidak pernah sepi dari tamu. Para tamu sangat hapal dan Vila biru identik dengan Shaly. Sebab dia primadona Vila Biru tersebut.

Sebenarnya Shaly tak pernali bermimpi menjadi wanita penghibur. Dia terjebak rayuan pacarnya. Ketika itu Shaly sedang mencari pekerjaan. Pacarnya pun mengetahui keluhan Shaly. Dia dijanjikan mau diajak kerja dengan iming-iming gaji besar. Tapi nyatanya bukan pekerjaan yang didapat, malah dia terjerumus ke lembah hitam. Pacamya sama sekali tak bertanggung jawab.

Kini nasib Shaly bagai makan buah si malakarna, mau keluar nyawa taruhannya, mau tetap bertahan dia harus siap melayani para hidung belang. Shaly sebenarnya sudah sangat muak dan tertekan. Namun apa daya, kalau dia tidak melakukan itu utang ibunya di kampung makin membengkak. Tiap bulan rutin dia mengirimkan uang ke kampung.

“Lho kok bengong Shal? bukannya semalam kamu kebanjiran pelanggan?”

“Tidak, aku tidak bengong. Aku lagi cari jalan keluar bagaimana caranya agar kita bisa lolos dari neraka ini.”

“Apa Shal? Apa aku tak salah dengar?”

“Tidak, Ris kamu tidak salah dengar!” Shaly meyakinkan meski Risma sudah jelas-jelas dengar.

“Shaly, kamu kabur dari sini sama artinya kamu buang nyawa kamu. Sebab di sini sangat ketat.”

“Biarlah, Ris. Aku sudah siap menanggung segala risikonya meski nyawa melayang.”

“Shaly, kamu benar-benar nekat. Entahlah Shaly aku harus berbuat apa padamu. Apa yang harus aku lakukan untuk menolong kamu Shal?”

“Tidak Ris, aku tak bakalan menyusahkan kamu. Biarlah semua kutanggung sendiri aku tidak ingin kamu kerepotan hanya gara-gara aku.”

“Shaly?”

Keputusan Shaly sudah mantap. Dia yakin bisa keluar dari tempat itu walau dengan risiko apapun. Dia sadar, yang akan dilakukannya sangat berbahaya bagi dirinya. Namun, hatinya sudah bulat dan mantap. Dia menyendiri di kamarnya tanpa seorang teman. Siang itu dia lagi tak ada tamu. Shaly terus berpikir apa yang harus dilakukan agar bebas dari cengkeraman germonya.

Germonya yang biasa dipanggil Mami, kalau salah sedikit main baku hantam. Mami sangat kasar dan galak bila ada tamunya yang mengeluh atas servis yang diberikannya, bila kurang memuaskan.

Sudah beberapa minggu ini Shaly tidak melayani tamu.

“Kenapa kamu menolak melayani mereka? Dia sudah bayar mahal." Shaly tetap pada pendiriannya.

“Aku sudah cape. Aku tak tahan dengan pekerjaan terkutuk ini.”

Germo itu terus menyiksa dan mencambuknya tanpa rasa iba. Sementara Risma hanya diam melihat pemandangan yang miris itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah puas menyiksa habis-habisan germo itupun pergi begitu saja.

“Shaly, kenapa begini?” tanya Risma.

“Biarlah Ris, tekadku sudah bulat.”

Malam itu Shaly tengah melipat dan membereskan pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper. Tak sengaja dia melihat ada buntelan yang terbungkus koran. Diapun mengambil dan langsung membukanya. Ternyata dalam buntelan itu ada sajadah merah dan mukena. Shaly jadi ingat, sebelum berangkat, ibunya sempat memberi bekal. Bekal itu belum pernah disentuhnya. Baru kali ini, tanpa sengaja.

Sejak menemukan sajadah itu Shaly senantiasa shalat malam meski seluruh tubuhnya pedih terkena air wudhu akibat dicambuk. Tetapi Shaly terus pada pendiriannya. Dia lebih memilih dicambuk daripada harus melayani macan-macan buas di atas ranjang terkutuk itu. Bahkan maut sekalipun menghadangnya dia sudah siap. Sudah berapa tetes air mata yang membanjiri sajadah merahnya.

Sajadah merah itu menjadi saksi bisu dan penampung air matanya yang kerap kali inenangis seusai shalat malam disertai doa yang tak kenal putus asa. Dalam isak tangisnya terbersit di hati, kekasihnya yang telah menjerumuskan dirinya ke lembah yang hitam. Dia sangat muak bila mengingat wajah itu. Shaly menyesal telah memberikan mahkotanya yang berharga, tanpa tanggung jawab.

“Shaly, buka pintunya! Kalau tidak aku dobrak dari luar!” teriakan itu tidak mengubah keadaan. Pintu kamar Shaly tetap tertutup.

Tak ada jawaban.

“Brak!” Pintu itu didobraknya. Betapa terkejutnya germo itu mendapati Shaly tengah shalat. Sungguh tak berprikemanusiaan. Shaly yang tengah khusuk dalam shalatnya terus dicambuki. Tapi, Shaly tetap tidak urung dari shalatnya. Meski rasa sakit menderanya.

Tapi di luar dugaan, ketika germo itu mencambuk, cambuk itu putus sebelum mengenai sajadah merahnya. Namun meski demikian germo itu tetap lidak berubah pikiran. Anehnya lagi, germo itu terpental sendiri ketika hendak mendorong tubuh Shaly. Padahal kedua tangan germo itu belum menyentuh tubuh Shaly.

Beberapa hari kemudian, setelah peristiwa yang penuh keajaiban itu terjadi, Shaly mendapat kemudahan untuk mencari jalan keluar. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Malam yang dingin, serasa menusuk kulit hingga tembus ke dalam tulang sumsum. Malam itu, tidak biasanya Vila Biru itu sepi oleh pengunjung. Para penjaga ketiduran karena tak tahan oleh dinginnya malam. Waktu itulah yang selama ini ditunggu Shaly.

“Shaly, cepat pergi!” kata Risma setengah berbisik.

“Tidak, aku takkan pergi tanpa kamu.”

“Shal, biarlah aku terlanjur begini.”

“Tidak ada kata terlanjur, kau pasti bisa berubah,” akhirnya Risma mengikuti ajakan Shaly.

Dengan mengendap-endap mereka berdua menyusuri jalan. Langkah demi langkah diayun dengan hati-hati. Mereka harus melalui rintangan-rintangan. Belum lagi alarm sebelum pintu gerbang yang siap menghalangi kepergian mereka. Alarm celaka itu bisa membangunkan preman yang menjaga Vila Biru.

“Ngiiiiiing ..... nging!” benar saja, suara alarm menggema. Rupanya Risma kurang hati-hati melangkah. Bunyi alarm membuat penghuni. vila merasa terusik mimpinya. Karena ketidak hati-hatian Risma akhirnya para penjaga dari pos Satpam sampai para preman sewaan germonya langsung menyergap mereka berdua.

Shaly berhasil lolos. Namun, naas sekali nasib Risma tertangkap sedangkan Shaly lolos kabur.

“Risma cepat ikut aku.”

“Shaly! Jangan hiraukan aku. Cepat pergi!”

“Risma, begitu mulia hatimu. kau rela demi aku,” Shaly ngoceh sendiri sambil berlari. Para penjaga itu kehilangan Jejak. Mereka bingung.

Shali memang berhasil keluar. Tapi tanpa Risma.

Kisah Dari Negeri yang Menggigil oleh Abdurahman Faiz

untuk adinda: Khaerunisa


Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam
yang membayangi dan terus mengikuti
hinggap pada kata-kata
yang tak pernah sanggup kususun
juga untukmu, adik kecil

Belum lama kudengar berita pilu
yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang
mati dikerumuni lalat karena busung lapar

: aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?

Lalu kulihat di televisi
ada anak-anak kecil
memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah
karena tak mampu membeli mie instan
juga tak ada biaya rekreasi

Beliung pun menyerbu
dari berbagai penjuru
menancapi hati
mengiris sendi-sendi diri
sampai aku hampir tak sanggup berdiri

: sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?

Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong

Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo
tak makan, tak minum
sebab uang tinggal enam ribu saja
mereka tuju stasiun
sambil mendorong gerobak kumuh
kau tergolek di dalamnya
berselimut sarung rombengan
pias terpejam kaku

Airmata bercucuran
peluh terus bersimbahan
Ayah dan abangmu
akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu
tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah
hanya matahari mengikuti
memanggang luka yang semakin perih
tanpa seorang pun peduli

: aku pun bertanya sambil berteriak pada diri
benarkah ini terjadi di negeri kami?

Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya
Ini negeri melimpah, gemerlap
Ini negeri cinta

Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini

Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor
menarik ulur benangnya
sambil bercerita
tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya

Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun
sementara airmata menggenangi hati dan mimpi

: aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil

Tips Menjadi Wanita Paling Bahagia di Dunia

Tidak...!

Tidak... bagi perbuatan yang dapat menyia-nyiakan umurmu, seperti senang membalas dendam dan berselisih dengan perkara yang tidak ada kebaikan di dalamnya.

Tidak... bagi sikap yang lebih mengutamakan harta benda dan mengumpulkannya, ketimbang sikap arif untuk menjaga kesehatanmu, kebahagiaanmu, dan waktu istirahatmu.

Tidak... bagi perangai yang suka memata-matai kesalahan orang lain, menggunjing aib orang lain (ghibah) dan melupakan aib diri sendiri.

Tidak... bagi perangai yang suka mabuk kepayang dengan kesenangan hawa nafsu, menuruti segala tuntutan dan keinginannya.

Tidak... bagi sikap yang selalu menghabiskan waktu bersama para pengangguran, dan memboroskan waktu berjam-jam untuk bergurau dan bermain.

Tidak... bagi perilaku acuh terhadap kebersihan dan keharuman tubuh, serta masa bodoh dengan tempat tinggal dan ketertiban lingkungan.

Tidak... bagi setiap minuman yang haram, rokok, dan segala sesuatu yang kotor dan najis.

Tidak... bagi sikap yang selalu mengingat-ingat kembali musibah yang telah lalu, bencana yang telah terjadi, atau kesalahan yang terlanjur dilakukan.

Tidak... bagi perilaku yang melupakan akhirat, yang lalai membekali dirinya dengan amal saleh untuk menyongsongnya, dan yang lengah dari peringatan tentang kedahsyatannya.

Tidak... bagi perangai membuang-buang harta benda dalam perkara-perkara yang haram, berlaku boros dalam perkara-perkara yang mubah, dan perilaku yang dapat memangkas perkara-perkara ketaatan.


Ya...!


Ya... Untuk senyummu yang cantik, yang mengirimkan cinta, dan mengutus kasih sayang bagi orang lain.

Ya... Untuk kata-katamu yang baik, yang membangun persahabatan dan menghapuskan rasa benci.

Ya... Untuk sedekahmu yang dikabulkan, yang membahagiakan orang-orang miskin, menyenangkan orang-orang kafir, dan mengenyangkan orang-orang lapar.

Ya... Untuk kesediaanmu duduk bersama Al-Qur'an seraya membaca, merenungi, dan mengamalkannya, sambil bertaubat dan beristighfar.

Ya... Untuk kesediaanmu berdzikir, beristighfar, tenggelam dalam doa, dan senantiasa memperbaiki taubatmu.

Ya... Untuk usahamu dalam mendidik anak-anakmu dengan agama, sunnah, dan nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

Ya... Untuk rasa malumu dan hijab (penutup aurat) yang diperintahkan Allah, karena hanya itulah cara untuk menjaga dan memelihara dirimu.

Ya... Untuk pergaulanmu dengan wanita-wanita yang baik dan takut kepada Allah, mencintai agama dan menghormati nilai-nilainya.

Ya... Untuk baktimu terhadap orangtua, silaturahim pada saudaramu, menghormati tetangga, dan menyantuni anak-anak yatim.

Ya... Untuk membaca sesuatu yang bermanfaat dengan menelaah buku yang menarik dan berfaedah, buku yang menyenangkan dan memberi tuntunan. (Tips Menjadi Wanita Paling Bahagia di Dunia - DR. Aidh al-Qarni)(nunuk)

Istri Dimata Suami

Ada sebuah anekdot lama yang sering tercetus saat perbincangan tentang peran seorang istri bagi suami tercinta. Bunyi anekdot itu : seorang istri harus bisa menjadi seorang 'permaisuri', 'pembantu rumahtangga', sekaligus 'kekasih' untuk suaminya. Ujaran yang diambil dari kultur masyarakat tradisional itu agaknya mengandung perumpamaan yang agak 'nakal'. Namun bila dicermati, bisa jadi ia mengandung petunjuk praktis tentang apa dan bagaimana seorang istri harus berperan dihadapan suaminya.

Istri Sebagai Permaisuri

'Permaisuri' adalah peran vital pertama yang mesti dimainkan oleh seorang istri. Dalam perannya sebagai 'permaisuri', seorang istri pertama-tama harus tampak sebagaimana 'permaisuri' dalam dongeng Sultan-sultan atau Raja zaman dahulu kala, dimana ia senantiasa mendukung dan menjadi tempat bertanya, berhibur, ketika suami dihadapkan pada masalah pelik.

Istri adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan masukan, maka ia senantiasa bisa dikatakan sebagai gudang ilmu. Ia laksana 'tongkat si buta', penunjuk jalan, penyelamat dari terjerumusnya sang suami kepada perbuatan ingkar. Dalam perannya sebagai permaisuri, seorang istri dituntut pula untuk senantiasa memperhatikan penampilannya disaat ia mendampingi suami dalam berbagai waktu dan kesempatan. Layaknya seorang permaisuri, ia harus tampil cantik mempesona tidak hanya dihadapan suami. Akan tetapi, ia harus pula tampak anggun berwibawa dihadapan anak, sanak-saudara dan kolega suaminya. Dengan demikian, istri menggenggam fungsi vital dalam menjaga nama baik keluarga, serta kehormatan suami tercinta.

Istri Sebagai Pembantu Rumah Tangga

'Pembantu rumahtangga' adalah peran kedua yang mesti diperankan tak kurang sempurnanya oleh seorang istri. Dalam peran tersebut, istri diantaranya mengemban kewajiban untuk selalu bertindak rajin, ulet, serta telaten memperhatikan kebersihan dan kerapihan tempat tinggal. Keperluan suami dan anak-anak menyangkut kebutuhan sandang dan pangan adalah hal primer yang menuntut perhatian fokus dari seorang istri. Namun begitu, seorang istri memiliki beberapa wewenang dan inisiatif yang membedakannya dengan pembantu rumahtangga sungguhan. Berbeda dengan pembantu rumahtangga yang mesti manut pada perintah majikannya, seorang istri justru berhak menggerakkan seluruh anggota keluarganya untuk turut serta membantu tugas-tugasnya sebagai 'pembantu rumahtangga' dengan pembagian tugas yang proporsional. Jika seorang istri secara optimal memainkan peranan ini, suami dan anggota keluarga lainnya tentu akan merasa nyaman, tentram, betah tinggal di rumah sendiri.

Istri Sebagai Kekasih

'Kekasih' adalah peran vital terakhir yang juga harus diperankan dengan penghayatan total oleh seorang istri. Dalam peranan tersebut, tugas utama seorang istri adalah memenuhi kebutuhan psikis dan fisiologis suami dengan sekuat kemampuannya. Kemampuan memberikan perhatian dan pengetahuan tentang faktor psikologis yang mendorong tercetusnya kebutuhan fisiologis dari seorang suami adalah inti keberhasilan seorang istri dalam peranannya sebagai 'kekasih'.

Bagi kebanyakan istri, peran tersebut memang dirasakan berat didalam realisasinya. Hal tersebut adalah wajar, dikarenakan seorang wanita didalam kodratnya memang dihiasi oleh perasaan malu yang lebih daripada seorang pria. Lebih-lebih jika wanita tersebut menganut pandangan orang-orang timur. Pada kebudayan timur, seks masih dianggap sebuah hal yang tabu untuk 'disentuh'. Sedangkan pada masyarakat barat, seks malah tidak dianggap sebagai sebuah perbuatan sakral.

Pada masyarakat barat, seks dianggap semata-mata kebutuhan yang harus dipenuhi, bahkan tanpa melalui sarana yang sah semacam pernikahan. Karena pengaruh pandangan-pandangan tersebut dan kodratnya sebagai seorang perempuan, seorang istri sering menganggap seks adalah perbuatan kotor, sehingga ia merasa malu dan risih untuk menunjukkan secara konkret bahwa ia menikmati kebersamaannya dengan suami tercinta. Padahal sebenarnya jika seorang istri mampu memelihara potensi dalam peran tersebut, menurut Islam, malah mengandung nilai ibadah.

Dari pembahasan anekdot mengenai peran istri dihadapan suaminya itu, rahasia keberhasilan peran seorang istri adalah kepercayaan diri yang dilandasi oleh nilai keislaman, keimanan, dan keihsanan. Dengan menyadari peran, serta keinginan kuat untuk berproses menuju kesempurnaan fungsi dan tugasnya, seorang istri akan mendapatkan keridhaan dari suami. Seorang Istri sepatutnya memahami pula bahwa apa yang dilakukan untuk melayani suami tercinta dan keluarganya berada dalam koridor ibadah. Akhirnya, Allah jualah yang akan memberikan pahala berlipat bagi seorang istri yang seoptimal mungkin berupaya membuat suaminya rela. Dari Ummu Salamah r.a., sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berkata, "Barangsiapa diantara wanita yang meninggal dunia dan ketika itu suaminya suka kepadanya, maka wanita itu akan masuk surga." (H.R. Ibnu Majah dan Turmidzi)

Jilbabku

Tahun 1990 adalah tahun hijrahku. Hijrah dari kehidupanku yang menjalankan ibadah asal-asalan menuju kehidupan yang menjalankan Islam secara kaffah. Saat itu pengajian-pengajian masih suatu perkumpulan yang agak ditakuti karena dikhawatirkan masuk golongan tertentu. Demikian juga orang tuaku yang berkeberatan aku mengikuti pengajian-pengajian. Berawal dari pengajian di sekolahku, yang pada saat itu AA Gym masih berkunjung dari sekolah ke sekolah, termasuk ke sekolahku. Aku mulai mengikuti pesantren ramadhan yang dilaksanakan di sekolah. Dari situ aku diperdengarkan ayat tentang jilbab. Tiba-tiba ada keinginan kuat untuk mengenakan jilbab. Alhamdulillah, aku mendapat hidayah dariNya.

Saat SMP dulu, aku suka ngeledek orang yang pakai jilbab. Tukh ada Ninja. Jilbab? Ha, pake jilbab? Hiii. Gak akh. Kayak ninja. Itu sering aku lakukan bersama tiga orang temanku yang dua diantaranya adalah non muslim.

Begitu pula orang tuaku, saat kuutarakan niatku, mereka tidak mendukung aku mengenakan jilbab. Mereka bilang "Kalau kamu ingin pakai jilbab, laksanakan sholat dulu yang benar, puasa yang benar, tingkah laku yang benar, baru pakai jilbab. Di sekolah juga kan dilarang. Nanti saja setelah kamu lulus dan dapat kerja, baru pakai jilbab".

Memang di sekolahku pun saat itu dilarang pakai jilbab. Aku melihat teman-teman yang pakai jilbab, membuka jilbabnya di gerbang sekolah. Mereka hanya memakai jaket untuk menutupi kemeja lengan pendeknya dan kaos kaki panjang untuk menutupi kakinya. Kemudian mereka memakai jilbab lagi sepulang sekolah. Karena waktu itu pilihan hanya dua, tetap di sekolah ini atau silahkan pakai jilbab tapi cari sekolah yang lain. Sungguh ironis memang, di negara yang mayoritas muslim, tapi pemakaian jilbab masih dilarang.

Tapi keinginan pakai jilbab itu begitu kuat. Aku secara sembunyi-sembunyi membeli buku tentang jilbab. Makin hari ketakutanku makin menjadi, tapi aku merasa belum siap mengenakannya. Kakak-kakak mentorku mengatakan, “Jilbab ini wajib, Nie. Apakah kamu yakin kalau kamu masih diberi umur panjang oleh Allah, jika niatmu selalu diulur-ulur waktunya? Biarlah menggunakan jilbab secara sembunyi-sembunyi seperti ini, yang penting Allah tahu niat kita”.

Akhirnya dengan sembunyi-sembunyi aku membeli kerudung dan kaos kaki panjang.

Aku pergi sekolah saat ibuku sedang ada di dapur dan ayahku sudah berangkat kerja. Sampai di sekolah teman-teman menyambutku dan memberiku ucapan selamat. Seperti teman lainnya, aku membuka kerudung di pintu gerbang dan menggunakan jaket seharian. Bahagianya aku bisa menunaikan salah satu kewajibanku.

Tapi sesampainya di rumah, orang tuaku marah besar. Mereka merasa tidak dihargai. Mereka tidak mendukungku sama sekali. Sehari-hari aku menggunakan pakaian apa adanya. Kemeja pendek aku pakai secara rangkap dengan kaos tangan panjang. Rok panjang hanya punya satu. Mereka tidak mau membelikanku pakaian untuk orang berjilbab. Sedih sekali hati ini.

Dalam pelajaran pun selalu ada diskriminasi pada orang-orang berjilbab. Terutama pelajaran olah raga. Guru olah ragaku selalu merazia jaket dan kaos kaki. Dan yang paling mengerikan adalah saat melihat nilai olah ragaku. Astaghfirullah. Seumur-umur aku belum pernah dapat nilai lima di raportku. Ini hanya gara-gara tidak ikut pelajaran berenang!!!

Tapi aku ingin membuktikan bahwa dengan berjilbab bisa mendorongku untuk beribadah dengan lebih baik. Aku akan malu bila tidak benar dalam beribadah. Misalnya “Masa yang berjilbab sholatnya bolong-bolong “ atau “ Masa yang berjilbab ngomongnya nyakitin orang lain” atau “Masa yang berjilbab gak pernah ke pengajian”. Jadi dengan berjilbab itu malah mendorong aku untuk beribadah dengan lebih baik lagi.

Untuk menuju kepada kebenaran memang dibutuhkan pengorbanan. Itu yang selalu aku tanamkan dalam hatiku.

Hingga tibalah hari kelulusan. Hari terbebasnya dari tirani. Sejak hari itu aku mulai bisa mengenakan jilbabku secara penuh, walau masih dalam keterbatasan. Aku ingin cepat bekerja agar aku bisa juga terbebas dari belenggu orang tuaku. Agar aku bisa lebih leluasa menentukan langkah hidupku.

Mencari pekerjaan pun ternyata tak semudah yang dibayangkan. Dengan percaya diri yang tinggi karena berbekal ijazah dengan nilai yang lumayan, aku bisa menyisihkan saingan-sainganku sesama pelamar kerja. Namun aku selalu jatuh saat wawancara karena mengetahui aku pakai jilbab. Satu lagi batu sandungan menghadang. Tapi aku tak putus asa. Aku terus berusaha dan berdoa.

Alhamdulillah, Allah memberiku rezeki, aku diterima di sebuah perusahaan BUMN sebagai tenaga harian. Setelah aku bekerja, orang tuaku pun lama-lama mendukung aku untuk berjilbab. Aku bisa membeli pakaian-pakaian panjang dengan lebih leluasa.

Ya Allah, berikanlah kekuatan agar hamba tetap istiqomah menjalankan semua syariatMu. Berikanlah hamba kekuatan tuk menghadang godaan-godaan dunia yang bisa menghancurkan keistiqomahanku.

Amien.

Nie Troozz

Muslimah Only

Saudariku muslimah, salah seorang darimu pernah berkisah, simaklah mudah-mudahan engkau bisa mengambil faedah.

"Mulanya hanyalah perkenalan dan percakapan biasa lewat telepon. Seiring waktu berkembanglah pembicaraan sampai pada kisah cinta dan seluk-beluknya. Dia pun kemudian mengungkapkan cintanya dan berjanji akan meminang saya. Dia meminta agar bisa melihat wajah saya, terang saya menolaknya. Dia mengancam akan memutuskan hubungan. Akupun menyerah. Kukirimkan fotoku serta surat-surat yang begitu manis penuh rayu. Surat menyurat pun berlangsung selalu. Sampai akhirnya dia meminta untuk berjumpa dan jalan berdua dengannya. Aku menolak dengan keras. Tapi dia mengancam akan menyebarluaskan foto-foto saya serta surat-surat saya dan suara saya yang direkamnya ketika kami bercakap-cakap lewat telepon. Akhirnya akupun keluar pergi bersamanya dengan tekad agar bisa pulang segera secepatnya. Ya, akupun pulang akan tetapi dengan mambawa aib dan kehinaan. Ku katakan padanya: Nikahilah aku! Sungguh ini adalah aib bagiku. Maka dia menjawab dengan segenap penghinaan, ejekan dan mentertawakan: "Sesungguhnya aku tidak akan menikahi wanita pezina."

Saudariku yang mulia, jika engkau memang memiliki akal untuk berfikir maka dengarkanlah nasehat berikut ini:

Janganlah engkau percaya bahwa pernikahan akan mungkin terlaksana hanya karena perkenalan dan percakapan iseng lewat telepon. Kalaupun memang ini terjadi maka akan mengalami kegagalan, kegalauan dan penyesalan.

Janganlah engkau percayai seorang pemuda ketika dia mulai menampakkan kejujuran dan keikhlasannya dan menyatakan sangat menghargai dan menjunjung tinggi kehormatanmu tapi dia mengkhianati keluargamu dengan meneleponmu dan mengajakmu jalan bersama. Jangan kamu percayai dia ketika dia mulai menyatakan cinta dan berlemah lembut dalam pembicaraannya. Sungguh dia melakukan semua itu dengan tujuan-tujuan busuknya yang tampak jelas bagi orang yang berakal. Akankah dia benar-benar menjunjung tinggi kehormatanmu sementara dia mengajakmu berjumpa dan jalan bersama padahal engkau belum halal baginya?

Janganlah engkau percayai para penyeru emansipasi yang mengharuskan adanya cinta (pacaran) sebelum pernikahan.

Ketahuilah bahwa cinta yang hakiki adalah setelah menikah. Adapun selain itu, umumnya adalah cinta yang penuh kepalsuan. Cinta yang dibangun di atas dusta dan kebohongan, semata-mata untuk bersenang-senang memuaskan hawa nafsu yang tak lama kemudian akan tampaklah kenyataan yang sesungguhnya. Berapa banyak keluarga yang hancur berantakan padahal mereka telah berpacaran sebelum akad pernikahan dan berjanji akan setia berkasih sayang sepanjang jaman? Bahkan berapa banyak pula pasangan yang berantakan sebelum sampai pada pelaminan dibarengi hilangnya kehormatan yang dibanggakan?

Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Nabi SAW bersabda: "Pada suatu malam aku bermimpi didatangi dua orang. Keduanya berkata kepadaku, Pergilah! -kemudian beliau menyebutkan haditsnya sampai pada sabdanya SAW -: "Kemudian kami mendatangi bangunan seperti tanur yang di dalamnya terdengar suara gaduh memekik. Kamipun melongoknya. Ternyata di dalamnya terdapat pria dan wanita telanjang yang disambar oleh lidah api dari bawah mereka. Ketika lidah api itu mengenai mereka, merekapun memekik kepanasan dan kesakitan. Ketika Nabi SAW menanyakan hal tersebut kepada malaikat, mereka menjawab: "Adapun pria dan wanita yang ada di tanur tersebut mereka adalah laki-laki dan wanita pezina. Maka apakah engkau ingin menjadi bagian dari mereka wahai saudariku muslimah?

Jauhilah bercakap-cakap tanpa keperluan di telepon karena sesungguhnya Allah merekamnya demikian juga syaithan dari jenis manusia pun merekamnya. Mereka para petualang cinta akan menggunakannya sebagai alat untuk mengintimidasi kalian agar kalian mau mendengar mereka dan mentaati mereka. Qiyaskan juga ke dalamnya chating yang tiada guna dan hanya membuang waktu semata.

Hati-hatilah, janganlah engkau foto dirimu kecuali karena suatu hajat dan janganlah terlalu mudah engkau sebarluaskan fotomu dengan segala bentuknya karena hal tersebut merupakan senjata yang paling berbahaya yang digunakan oleh serigala manusia sebagai alat untuk mengancam dan mengintimidasi kalian.

Jauhilah olehmu untuk menulis surat-surat cinta karena hal itu juga merupakan sarana yang digunakan oleh mereka.

Hindarilah majalah-majalah dan kisah-kisah cinta yang rendah, hina penuh aib dan cela. Sungguh di dalamnya terdapat racun yang membinasakan yang tersembunyi di balik indahnya halaman yang warna-warni serta kertas yang halus mengkilap dan wangi.

Jauhilah menonton sinetron-sinetron dan film-film yang hina, yang hanya menonjolkan kemewahan serta gemerlapnya dunia, menyajikan kisah cinta dengan akting yang justru merendahkan martabat wanita. Jauhilah semua itu karena hanya akan merusak akhlak, kehormatan, serta rasa malumu.

Hati-hatilah, janganlah engkau pamerkan auratmu dan janganlah engkau terlalu sering ke luar rumah dan ke pasar-pasar tanpa ada keperluan mendesak yang menuntut untuk itu. Sungguh hal itu hanya akan menjerumuskanmu ke dalam murka Rabbmu.

Janganlah engkau pergi berduaan dengan sopir pribadimu, sungguh ini merupakan khalwat yang terlarang. Janganlah sekali-kali engkau membela diri dengan beralasan bahwa ini darurat. Bertakwalah, karena barang siapa yang bertakwa kepada Allah, akan dijadikan baginya jalan keluar dari segala permasalahannya.

Hati-hatilah engkau wahai saudariku dari teman yang jelek. Cari dan bergaullah dengan temanmu yang shalihah yang akan membimbingmu kepada keridlaan Rabbmu dan senantiasa mengingatkamu agar tidak terjatuh pada perkara yang akan mendatangkan murka Rabbmu.

Saudariku yang mulia,
Hati-hatilah dari segala kemaksiatan dan dosa karena hal tersebut merupakan sebab hilangnya nikmat, mendatangkan musibah, dan merupakan sebab datangnya kesengsaraan serta adzab yang membinasakan.

Persiapkanlah dirimu untuk menghadapi malaikat maut dengan banyak bertaubat dan beramal shalih, sungguh engkau tidak tahu kapan giliranmu akan tiba.

Saudariku,
Setelah engkau baca nasihat di atas maka ketahuilah bahwa pintu taubat senantiasa terbuka bagi siapa saja yang benar-benar ingin bertaubat. Allah berfirman: "Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas akan dirinya (berbuat dosa), janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesunggunya Allah mengampuni dosa seluruhnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar : 53)

Maka apabila engkau wahai saudariku telah tenggelam dalam suatu kemaksiatan dan dosa, segeralah bertaubat dengan taubatan nashuha sebelum pintu taubat tertutup dan sebelum tubuhmu ditimbun di dalam tanah. Dan pada saat itu tidaklah lagi berguna penyesalan.

Semoga Allah membangunkan kita dari kelalaian yang ada dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, menerima taubat kita, melindungi kita dari adzab qubur dan adzab neraka, serta memasukkan kita ke dalam surga Firdaus Al-A'la.

Shalawat serta salam senantisa tercurah kepada Nabi kita.


(Diterjemahkan dari www.alsalafiyat.com dengan perubahan dan tambahan)

Hadiah Untuk Kaum Hawa

Hawa,
Sadarkah engkau sebelum datangnya sinar Islam, kita dizalimi, hak kita dicerobohi, kita ditanam hidup-hidup, tiada penghormatan walau secebis oleh kaum adam, tiada nilai di mata kaum adam, kita hanya sebagai alat untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Tapi kini bila rahmat Islam menyelubungi alam, bila sinar Islam berkembang, derajat kita diangkat, maruah kita terpelihara, kita dihargai dan dipandang mulia, dan mendapat tempat di sisi Allah sehingga tiada sebaik-baik hiasan di dunia ini melainkan wanita sholehah.

Wahai Hawa,
Kenapa engkau tak menghargai nikmat iman dan Islam itu? Kenapa mesti engkau kaku dalam mentaati ajaranNya, kenapa masih segan mengamalkan isi kandungannya dan kenapa masih was-was dalam mematuhi perintahNya?

Wahai Hawa,
Tangan yang mengoncang buaian boleh mengoncang dunia, sadarlah hawa kau dapat mengoncang dunia dengan melahirkan manusia yang hebat yakni yang sholeh dan sholehah, kau bisa menggegar dunia dengan menjadi isteri yang taat serta memberi dorongan dan sokongan pada suami yang sejati dalam menegakkan Islam di mata dunia.

Tapi hawa, jangan sesekali kau coba menggoncang keimanan lelaki dengan lembut tuturmu, dengan ayu wajahmu, dengan lengguk tubuhmu. Jangan kau menghentak-hentak kakimu untuk menyatakan kehadiranmu.

Jangan Hawa, jangan sesekali coba menarik perhatian kaum adam yang bukan suamimu. Jangan sesekali mengoda lelaki yang bukan suamimu, karena aku khawatir ia mengundang kemurkaan dan kebencian Allah.

Tetapi memberi kegembiraan pada syaitan karena wanita adalah jala syaitan, alat yang dieksploitasikan oleh syaitan dalam menyesatkan Adam.

Hawa,
Andai engkau masih remaja, jadilah anak yang sholehah buat kedua ibu-bapakmu, andai engkau sudah bersuami jadilah isteri yang meringankan beban suamimu, andai engkau seorang ibu didiklah anakmu sampai ia tak gentar memperjuangkan ad-din Allah.

Hawa,
Andai engkau belum menikah, jangan kau risau akan jodohmu, ingatlah hawa janji Tuhan kita, wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Jangan menggadaikan maruahmu hanya semata-mata karena seorang lelaki, jangan memakai pakaian yang menampakkan sosok tubuhmu hanya untuk menarik perhatian dan memikat kaum lelaki, karena kau bukan memancing hatinya tapi merangsang nafsunya.

Jangan memulakan pertemuan dengan lelaki yang bukan muhrim karena aku khawatir dari mata turun ke hati, dari senyuman membawa ke salam, dari salam cenderung kepada pertemuan dan dari pertemuan... takut lahirnya nafsu kejahatan yang menguasai diri.

Hawa,
Lelaki yang baik tidak melihat paras rupa, lelaki yang soleh tidak memilih wanita melalui keseksiannya, lelaki yang warak tidak menilai wanita melalui keayuaannya, kemanjaannya serta kemampuannya menggoncang iman mereka.

Tetapi hawa, lelaki yang baik akan menilai wanita melalui akhlaknya, peribadinya dan ad-dinnya. Lelaki yang baik tidak menginginkan sebuah pertemuan dengan wanita yang bukan muhrimnya karena dia takut memberi kesempatan pada syaitan untuk mengodanya. Lelaki yang warak juga tak mau bermain cinta sebabnya dia tahu apa tujuan dalam sebuah hubungan antara lelaki dan wanita yakni pernikahan.

Oleh itu Hawa,
Jagalah pandanganmu, jagalah pakaianmu, jagalah akhlakmu, kuatkan pendirianmu. Andai kata ditakdirkan tiada cinta dari Adam untukmu, cukuplah hanya cinta Allah menyinari dan memenuhi jiwamu, biarlah hanya cinta kedua ibu-bapakmu yang memberi kehangatan kebahagiaan buat dirimu, cukuplah sekadar cinta adik-beradik serta keluarga yang akan membahagiakan dirimu.

Hawa,
Cintailah Allah dikala susah dan senang karena kau akan memperolehi cinta dari insan yang juga mencintai Allah.
Cintailah kedua ibu-bapakmu karena kau akan peroleh keridhaan Allah.
Cintailah keluargamu karena tiada cinta selain cinta keluarga.

Hawa,
Ingatanku yang terakhir, biarlah tangan yang menggoncang buaian ini dapat menggoncang dunia dalam mencapai keredhaan Illahi. Jangan sesekali tangan ini juga yang menggoncang keimanan kaum Adam, karena aku sukar menerimanya dan aku benci mendengarnya.

Suatu saat ada yang harus pergi, suatu saat ada yang akan datang. Mungkin yang pergi tidak akan kembali, dan mungkin yang datang hanya sebentar. (Cahya Rahma Dewi)

Suami Pembawa Berkah

Alangkah gembira hati ini. Karena baru sekarang punya simpanan 'uang dingin' 2 Juta Rupiah. Berasal dari rejeki yang tidak pernah diduga sebelumnya, yaitu : usaha suami merakit mesin rusak yang kemudian ada yang mau membeli. Alhamdulillah, setelah dikeluarkan untuk pembayaran zakat, biaya spare part dan bagi-bagi rejeki mentraktir temannya di kantin, maka tersisa uang tunai 2 Juta Rupiah.

Keinginan yang terpendam, satu-satu mulai bermunculan. Apakah ini saatnya untuk membeli komputer yang selalu saya idam-idamkan? Atau sebaiknya dipakai sebagai DP motor Karisma saja ? Ha-ha, bisa tidak, ya, dipakai modal usaha kecil-kecilan? Ah. Lumayan pusing memikirkannya. Duh, sudah lama saya mengimpikan untuk membuka usaha lain, selain bekerja kantoran seperti sekarang.

***

Sementara saya menimbang dan berpikir, tiba-tiba suami bertanya kepada saya, bagaimana jika uang tersebut dipinjamkan kepada adik teman kantornya yang akan menikah.

"Siapa?" tanya saya.

"Itu adik temanku dikantor mau menikah. Tapi dia betul-betul tidak ada uang untuk mengadakan resepsi alakadarnya." suami saya menjelaskan dengan serius.

Sejurus saya berpikir. Kemudian spontan muncul suatu argumen untuk menjawab.

"Menikah itu seharusnya apa adanya yang dia punya. Toh, dia sudah dewasa. Seharusnya dia juga berpikir untuk menyiapkan biaya, jika dia memang akan menikah. Tidak bisa menikah hanya sekedar keinginan saja. Harus ada persiapan sebelumnya. Saya tidak setuju kalau uang itu dipinjamkan kepada dia."

Saya berbicara sambil menekan emosi. Sebelumnya sudah sudah mengorbankan uang bulanan rumah tangga, untuk meminjami teman sepekerjaan, yang anaknya dirawat di rumah sakit. Selang beberapa hari, dia meminjami temannya uang, ketika sang teman membutuhkan biaya menjamu orangtua dan handai-taulan yang akan tetirah. Bahkan, belum juga genap seminggu, dia juga mengorbankan uang sakunya sebulan untuk biaya pembuatan SIM seseorang. Alasannya, SIM itu sangat dibutuhkan orang tersebut untuk mencari pekerjaan.

Setiap pinjaman kepada orang-orang tersebut, saya bisa menerimanya. Walaupun jujur saja, saya kadang merasa jengkel, karena ujung-ujungnya kami harus amat sangat berhemat, bahkan untuk biaya dapur sekalipun. Sebab sesungguhnya keuangan kamipun sangat terbatas.

Beberapa hari setelah pembicaraan tersebut, saya kembali tergoda sebuah ide. Kemungkinan, uang itu akan saya serahkan kepada adik saya, yang selama ini berdagang dengan sistem bagi hasil.

"Dik, uangnya sudah kepinjamkan ke temanku yang adiknya mau menikah." jawab suami saat akan mengutarakan ide.

Deg! Saya menarik nafas. Mencoba untuk tidak marah.

"Berapa yang dipinjamkan?"

"Semuanya. Dua juta."

"Oo." saya menelan ludah. Percakapan tadi terputus. Saya tak bisa bicara apa-apa lagi. Seharian diam saja, malas berbicara dengan suami. Betapa kecewa keinginan saya untuk membangun usaha dari uang yang ada, ternyata tak dipedulikan oleh suami. Sampai menjelang tidur, suasana masih kaku. Esok harinya kami masing-masingpun sudah sibuk untuk berangkat kerja kembali. Kami berpamitan ala kadarnya, tidak sebagaimana biasa.

Setiba di kantor, perasaan saya semakin tidak karuan. Antara ingin memperturutkan emosi untuk marah atau terus berdiam diri. Ada juga terlintas untuk meneleponnya seperti biasa, menanyakan kabar, juga meminta didoakan.

Ah, saya merasa kehilangan. Padahal biasanya sebelum tidur, kami selalu berdiskusi, membahas berita baru, atau membaca artikel yang menarik mengenai keluarga. Ya. Saya telah kehilangan kehangatan itu tadi malam. Mungkin, suami juga merasakan hal yang sama. keheningan yang tidak menenangkan.

***

Saya mencoba berpikir ulang. Menghadirkan fragmen- fragmen yang selama ini saya lalui bersama suami, saat termangu sendiri di tempat bekerja.

Setiap suami pulang kerja dan tiba di rumah lebih dulu, selalu tersedia segelas susu hangat, yang siap saya nikmati. Dia selalu bertanya, apakah saya mau mandi air hangat, bila iya, dia akan menjerangkannya untuk saya. Sikapnya selalu lembut. Jarang sekali marah, bahkan untuk berkata agak keras sedikitpun tak pernah.

Lalu, amarah apa yang harus saya tumpahkan kepadanya ? Rasa kecewa bagaimana yang harus saya ungkapkan padanya ? Tidakkah semuanya yang dia hadirkan adalah selalu kebaikan bagi saya dan keluarga ? Bukankah selama ini dia berusaha memberikan nafkah terbaik untuk kami ? Selama ini, kami tidak hidup berlebih, bahkan tidak leluasa untuk menggunakan keuangan kami. Tapi kami juga tidak sampai tidak pernah makan dalam satu hari, kami juga masih bisa menyekolahkan anak kami. Oh, betapa naifnya saya.

Lama merenungkan perjalanan kami selama berkeluarga, rasa kegembiraan dan rasa syukur menyeruak pelan diantara benak pikiran. Bukankah uang tersebut digunakan untuk suatu hal yang positif ? Bukankah uang itu digunakan untuk membantu adik temannya dalam rangka 'menggenapkan' dien-nya. Bukankah uang tersebut bukan untuk foya-foya? Bahkan, bukan untuk keperluan pribadinya?

Kesadaran muncul kembali dalam lubuk hati ini. Semua hanyalah kepunyaan Allah. Rejeki itu sebetulnya datang dari Allah, dari sumber yang sebetulnya saya sendiri tidak pernah menduganya. Pun ketika nanti uang itu tidak terbayar. Mungkin dengan cara inilah Allah memudahkan orang tersebut untuk memenuhi keinginannya menikah.

Ya, uang itu sudah menjadi rejeki adik teman suami saya yang hendak menikah. Insya Allah, pasti ada rejeki lain buat saya, dalam kondisi yang pasti sudah ditetapkannya. Hanya Allah yang tahu apa yang terbaik bagi saya, bagi pekerjaan saya, bagi usaha yang saya inginkan itu. Mungkin, justru dengan keringanan suami saya membantu teman-temannya itulah, maka kami bisa mengarungi rumah tangga dengan relatif nyaman tanpa kendala berarti. Barangkali inilah berkah dan hikmah dari mempunyai seorang suami yang dermawan.(annisa/aisya LD)

Indah Prihanande

Jangan Nodai Kehormatanmu Oleh : Daarul Muslimah

Sebut saja Nia (bukan nama aslinya) siswa kelas dua SLTP di sebuah kota besar, setiap pulang sekolah dia tidak langsung pulang ke rumah, dia ganti bajunya dan nongkrong di sebuah Mall bersama ketiga kawannya, berjam-jam dia habiskan waktu sambil minum segelas jus di sebuah cafe sampai tiba-tiba hand phone berdering "gimana?" Ucap Nia sedikit merayu, "boleh tapi harganya biasa ya?" Jawab laki-laki yang akan mengencaninya. "Oya..tempatnya dihotel sebelah mall aja, biar mudah." ungkapnya pula. Lalu Nia pun pergi mendahului temen-temennya sambil mengatakan, "aku duluan dapet order".

Nia pun langsung bergegas keluar mall menuju hotel yang dimaksud… dan disebuah pintu hotel Nia disapa laki-laki berusia 35 tahun-an dan langsung mengandengnya ke sebuah kamar hotel, di kamar itulah Nia menikmati dunia hitamnya. Pukul 21.30 Nia bergegas pulang kerumah dengan mengantongi uang 300 ribu rupiah.

Sesampainya di rumah dia bilang pada mamanya bahwa dirinya habis ada kerja kelompok bersama teman-teman sekolahnya, aktifitas seperti ini dia lakukan minimal tiga kali dalam satu minggu.

Lain halnya dengan Sinta (teman sekelasnya yang juga memiliki hobby yang sama). Sinta dibesarkan dari keluarga yang kaya raya namun broken home, bahkan bapaknya sendiri juga suka “jajan” bahkan yang dicarinya adalah remaja seusia Sinta, namun sang bapak tidak tahu bahwa Sinta anak perempuan kesayangannya, juga memiliki hoby yang sama dengan bapaknya, tidak seperti Nia, Sinta tidak suka diberi uang setelah melakukan hubungan seks dengan Pria hidung belang yang menikmatinya, bahkan tak jarang Sinta marah, “kamu pikir saya PSK, saya kan hanya ingin menikmati dunia seks aj," kata Sinta dengan nada tinggi. Karena anggapannya, jika diberi uang tak ada bedanya dia dengan PSK. Jikalau mau Sinta hanya ingin dibelikan baju, sepatu atau tas atau hanya makan dan minum saja di sebuah restoran.

Mereka mengaku kegiatan seperti ini biasanya mereka lakukan antara 3 sampai 4 kali dalam seminggu, bahkan jika dalam sehari dapat panggilan banyak, tak segan Nia maupun Sinta menawarkan kepada temen-temennya yang juga memiliki kebiasaan yang sama.

Saat ditanya mengapa bisa memiliki kebiasaan seperti ini? Dan tahu tidak jika hubungan seks berganti-ganti pasangan itu berbahaya? Nia, Sinta juga kedua temannya menjawab dengan senyum-senyum tanpa penyesalan sedikitpun. ”Awalnya sih kami (Nia sambil merangkul ketiga temannya) adalah kumpulan orang–orang yang dikecewakan oleh sang pacar," ungkap Nia menunduk sedih. Nia diperawani kekasihnya saat naik kelas dua di kost-kostan pacarnya yang banyak mengoleksi VCD porno, sebulan kemudian Nia ditinggal pacarnya.

Begitupula Sinta dan kedua temennya yang mengalami hal yang sama, walaupun kasusnya sedikit berbeda dengan Nia. Sinta malah melakukan hubungan seksual dengan sang pacar dirumahnya saat orang tuanya pergi keluar kota. Mereka mengaku setelah ternodai tersebut, mereka merasa ketagihan, bahkan setelah ketagihan menonton VCD porno hasratnya tak dapat dibendung, maka Nia, Sinta juga kedua temannya lebih menyukai mencari laki-laki yang lebih dewasa (om-om) karena dianggap pengalamannya tentang seks lebih banyak.

Bagaimana dengan sekolahnya? Nia menjawab dengan ringan : biasanya kalau mau ulangan umum biar nilainya bagus, aku kasih aja guru pelajaran tersebut uang 50 ribu, agar nilaiku tetap bagus, atau kalau mau aku layani aja, gratis tanpa bayar, asal aku dikasih nilai bagus. Apakah orang tua mereka tahu apa yang mereka lakukan? Keempat remaja tersebut menggeleng. Saat mereka ditanya, bagaimana jika mereka hamil? "Minum aja pil penggugur kandungan atau aborsi aja,” Nia juga Sinta menjawab santai. (Sumber : salah satu tayangan televisi pukul 02.00)

Kisah diatas rill dan nyata adanya, keempat remaja yang disamarkan ini dengan senyum-senyum tanpa merasa malu dan bersalah mengungkapkan kisah tanpa tedeng aling-aling. Mereka tidak tahu apa resiko dan bahaya yang mengancam dirinya, yang mereka cari hanya rasa happy dan terlampiaskannya birahi dininya.

Fenomena seperti ini boleh jadi tidak hanya terjadi disatu sekolah saja, bahkan sekolah–sekolah lain, khususnya sekolah di kota besar, dimana sarana informasi dunia global sangat mudah didapatkan, tidak menutup kemungkinan hal-hal yang demikian itu ada. Itu sebabnya, seorang kepala SMU favorit di Jakarta sangat terperanjat ketika mengetahui ada siswi yang terlibat dalam 'transaksi seks' hanya karena dorongan seks semata bukan uang atau kebutuhan materi lainnya. Na’udzubillahi min Dzalik. Saudariku, apa rill action kita untuk hal ini? Wallahu’alam.

Petunjuk Mencari Suami

Muslim, Taat Beragama dan Baik Akhlaqnya

Allah berfirman dalam ayat berikut:

" ... Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman" (QS An-Nisaa': 141)

" ... Mereka tiada henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" (QS Al-Baqarah: 217)

" ... Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita- wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya ... " (QS Al-Baqarah: 221)

Petunjuk mencari suami yang pertama dan utama yaitu taat beragama karena kekuasaan dan wewenang untuk memimpin keluarga diberikan kepada suami. Wanita muslim yang menikah dengan lelaki non muslim berarti telah yang haram sebab wanita muslim hanya dihalalkan bersuamikan seorang laki-laki muslim. Wanita muslim yang melanggar ketentuan ini maka pernikahannya tersebut tidak sah dan dinilai sebagai perbuatan zina. Wanita muslim yang menikah dengan laki-laki non muslim akan mengalami kerugian duniawi dan ukhrawi. Di dunia ia akan mengalami kemerosotan aqidah sehingga kecintaannya kepada agama dan semangatnya untuk dekat dengan Allah semakin lemah. Kondisi kejiwaan ini akan menimbulkan keraguan dan perasaan bingung bila menghadapi masalah dalam kehidupan.

Adapun kerugian ukhrawi yaitu adzab dan siksa dari Allah sejak masuk liang kubur sampai hari kebangkitan berupa adzab neraka. Setiap muslim haruslah mencari tahu keislaman laki-laki yang melamar anak perempuan atau dirinya. Jika laki-laki tersebut bukan seorang muslim maka wanita atau orang tua harus menolak lamarannya.

Jika laki-laki tersebut bersedia menjadi seorang muslim maka yang bersangkutan diuji dahulu keislamannya beberapa lama sehingga dapat dibuktikan apakah dia menjadi muslim secara ikhlas atau hanya berpura-pura.

Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits:

"Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya, hendaklah kamu nikahkan dia karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas." (H.R Tirmidzi dan Ahmad)

Hadits tersebut memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin khususnya para orang tua atau wali untuk memperhatikan ketaatan beragama dan akhlaq laki-laki yang akan menjadi suami dari anak atau perempuan di bawah perwaliannya. Bila ada laki-laki yang taat beragama dan baik akhlaqnya namun dia tidak mampu membiayai dirinya untuk menikah, masyarakat muslim harus memberikan bantuan kepada yang bersangkutan agar dapat menikah dengan baik.

Jika tidak ada yang membantu dan membiarkannya membujang karena tidak mendapatkan perempuan yang bersedia menjadi istrinya maka mereka yang membujang mudah terjerumus ke dalam perzinaan yang berakibat rusaknya moral masyarakat.

Seorang perempuan sering kali lebih memperhatikan kemampuan materi dari laki-laki yang akan menjadi calon suaminya dan mengabaikan sisi agama dan tanggung jawabnya dalam merealisasikan kehidupan beragama sehari-hari. Ia menganggap bahwa yang lebih penting adalah kemampuan materi seorang suami untuk mewujudkan kesejahteraan bagi keluarganya.

Anggapan semacam ini akan merugikan seorang perempuan karena suami yang beranggapan bahwa yang penting adalah pemenuhan kebutuhan harta benda tidak akan mau peduli akan pemberian pelayanan akhlaq yang baik kepada keluarganya. Dia merasa bebas dan merdeka untuk berbuat apa saja selama dapat memenuhi kebutuhan materi keluarganya. Secara materi istri dan anak-anaknya berkecukupan tetapi menderita tekanan mental dan mengalami gangguan psikologis akibat perbuatan sewenang-wenang suaminya.

Seorang muslimah yang benar-benar lebih mengutamakan keselamatan agamanya daripada sekedar mengejar hawa nafsunya, hendaklah menjauhkan diri dari langkah yang membahayakan keselamatan agama dirinya dan anak-anaknya. kelak. Jangan sampai terjadi setelah menikah, seorang muslimah menjadi orang yang meninggalkan agamanya, misalnya meninggalkan shalat tanpa alasan yang dapat dibenarkan, melepaskan jilbabnya dan perbuatan dosa lainnya yang dimurkai oleh Allah.


Menjauhi Kemaksiatan

Allah berfirman dalam ayat berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan." (QS At-Tahrim: 6)

Ayat di atas menegaskan bahwa kepala keluarga bertanggung jawab untuk mejauhkan anggota keluarganya dari segala macam perbuatan dosa. Seorang suami yang membiarkan istri dan anak-anaknya melakukan perbuatan dosa, dia tidak layak untuk menjadi kepala keluarga. Setiap perempuan muslim hendaknya memperhatikan hal ini karena laki-laki yang mempunyai pengetahuan agama yang baik belum tentu taat dalam beragama. Adakalanya mereka memanfaatkan pengetahuan agamanya untuk memutarbalikkan yang haram menjadi halal.

Seorang wanita atau walinya sebelum menerima seorang laki-laki untuk menjadi suaminya harus memperoleh keyakinan bahwa calon suaminya adalah orang yang tidak suka, bahkan sangat membenci kemaksiatan. Suami yang tidak perduli dengan kemaksiatan sama halnya dengan mendapatkan teman yang menjerumuskan diri dan keluarganya ke dalam neraka.


Kuat Semangat Jihdanya

Maksud jihad disini ialah kesungguhan untuk membentengi dan membela kepentingan Islam dari mereka yang ingin menghancurkan Islam Bila seorang muslim berdiam diri dalam menghadapi musuh-musuh berarti ia lemah semangat jihadnya dan tergolong lemah imannya. Seorang perempuan muslim harus memperhatika masalah ini karena suami yang lemah semangat jihadnya dapat berakibat kehidupan keagamaan keluarganya menjadi lemah.


Dari Keluarga yang Shalih dan Taat Kepada Orang Tuanya

Keluarga yang shalih akan berusaha melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya sehingga membawa kebaikan bagi keluarganya dan masyarakat di sekitarnya. Keluarga ini selalu takut dan malu kepada Allah ketika mereka akan melalukan perbuatan dosa.

Untuk mengetahui apakah calon suami termasuk dari keluarga yang shalih harus diadakan suatu penelitian dan pengamatan terhadap yang bersangkutan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengunjungi keluarga calon suami, memperhatikan lingkungan tempat tinggalnya dan lingkungan tempat dia bekerja dan teman-temannya.

Dalam melakukan penelitian ini tidak harus seorang muslimah mendatangi langsung tetapi dapat mewakilkannya kepada saudaranya atau jika ingin datang langsung sebaiknya ditemani oleh salah seorang saudaranya.

Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda:

"Berbaktilah kepada kedua orang tua kalian, niscaya kelak anak- anak kalian berbakti kepada kalian dan peliharalah kehormatan (istri- istri orang), niscaya kehormatan istri-istri kalian terpelihara." (H.R Thabarani, hadits hasan)

Anak yang taat kepada orang tua yaitu anak yang mematuhi perintah orang tua dan tidak melanggar larangannya selama hal yang diperintahkan atau yang dilarangnya tidak sesuai dengan syariat Islam. Anak semacam ini akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Anak yang berbakti kepada orang tuanya kelak menjadi orang tua yang ditaati oleh anak-anaknya. Anak dapat merasakan pancaran batin dari orang tua yang taat kepada orang tuanya, sehingga hal tersebut secara psikologis dirasakan oleh anak-anaknya, kemudian mendorong mereka untuk taat kepada orang tuanya juga. Rahasia psikologis semacam ini diungkapkan oleh Rasulullah saw dalam hadits di atas.

Bila ternyata calon suaminya orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka kemungkinan besar ia akan berlaku durhaka pula kepada istrinya.

Wassalaamu'alaikum