Selasa, 07 Oktober 2008

Jilbabku

Tahun 1990 adalah tahun hijrahku. Hijrah dari kehidupanku yang menjalankan ibadah asal-asalan menuju kehidupan yang menjalankan Islam secara kaffah. Saat itu pengajian-pengajian masih suatu perkumpulan yang agak ditakuti karena dikhawatirkan masuk golongan tertentu. Demikian juga orang tuaku yang berkeberatan aku mengikuti pengajian-pengajian. Berawal dari pengajian di sekolahku, yang pada saat itu AA Gym masih berkunjung dari sekolah ke sekolah, termasuk ke sekolahku. Aku mulai mengikuti pesantren ramadhan yang dilaksanakan di sekolah. Dari situ aku diperdengarkan ayat tentang jilbab. Tiba-tiba ada keinginan kuat untuk mengenakan jilbab. Alhamdulillah, aku mendapat hidayah dariNya.

Saat SMP dulu, aku suka ngeledek orang yang pakai jilbab. Tukh ada Ninja. Jilbab? Ha, pake jilbab? Hiii. Gak akh. Kayak ninja. Itu sering aku lakukan bersama tiga orang temanku yang dua diantaranya adalah non muslim.

Begitu pula orang tuaku, saat kuutarakan niatku, mereka tidak mendukung aku mengenakan jilbab. Mereka bilang "Kalau kamu ingin pakai jilbab, laksanakan sholat dulu yang benar, puasa yang benar, tingkah laku yang benar, baru pakai jilbab. Di sekolah juga kan dilarang. Nanti saja setelah kamu lulus dan dapat kerja, baru pakai jilbab".

Memang di sekolahku pun saat itu dilarang pakai jilbab. Aku melihat teman-teman yang pakai jilbab, membuka jilbabnya di gerbang sekolah. Mereka hanya memakai jaket untuk menutupi kemeja lengan pendeknya dan kaos kaki panjang untuk menutupi kakinya. Kemudian mereka memakai jilbab lagi sepulang sekolah. Karena waktu itu pilihan hanya dua, tetap di sekolah ini atau silahkan pakai jilbab tapi cari sekolah yang lain. Sungguh ironis memang, di negara yang mayoritas muslim, tapi pemakaian jilbab masih dilarang.

Tapi keinginan pakai jilbab itu begitu kuat. Aku secara sembunyi-sembunyi membeli buku tentang jilbab. Makin hari ketakutanku makin menjadi, tapi aku merasa belum siap mengenakannya. Kakak-kakak mentorku mengatakan, “Jilbab ini wajib, Nie. Apakah kamu yakin kalau kamu masih diberi umur panjang oleh Allah, jika niatmu selalu diulur-ulur waktunya? Biarlah menggunakan jilbab secara sembunyi-sembunyi seperti ini, yang penting Allah tahu niat kita”.

Akhirnya dengan sembunyi-sembunyi aku membeli kerudung dan kaos kaki panjang.

Aku pergi sekolah saat ibuku sedang ada di dapur dan ayahku sudah berangkat kerja. Sampai di sekolah teman-teman menyambutku dan memberiku ucapan selamat. Seperti teman lainnya, aku membuka kerudung di pintu gerbang dan menggunakan jaket seharian. Bahagianya aku bisa menunaikan salah satu kewajibanku.

Tapi sesampainya di rumah, orang tuaku marah besar. Mereka merasa tidak dihargai. Mereka tidak mendukungku sama sekali. Sehari-hari aku menggunakan pakaian apa adanya. Kemeja pendek aku pakai secara rangkap dengan kaos tangan panjang. Rok panjang hanya punya satu. Mereka tidak mau membelikanku pakaian untuk orang berjilbab. Sedih sekali hati ini.

Dalam pelajaran pun selalu ada diskriminasi pada orang-orang berjilbab. Terutama pelajaran olah raga. Guru olah ragaku selalu merazia jaket dan kaos kaki. Dan yang paling mengerikan adalah saat melihat nilai olah ragaku. Astaghfirullah. Seumur-umur aku belum pernah dapat nilai lima di raportku. Ini hanya gara-gara tidak ikut pelajaran berenang!!!

Tapi aku ingin membuktikan bahwa dengan berjilbab bisa mendorongku untuk beribadah dengan lebih baik. Aku akan malu bila tidak benar dalam beribadah. Misalnya “Masa yang berjilbab sholatnya bolong-bolong “ atau “ Masa yang berjilbab ngomongnya nyakitin orang lain” atau “Masa yang berjilbab gak pernah ke pengajian”. Jadi dengan berjilbab itu malah mendorong aku untuk beribadah dengan lebih baik lagi.

Untuk menuju kepada kebenaran memang dibutuhkan pengorbanan. Itu yang selalu aku tanamkan dalam hatiku.

Hingga tibalah hari kelulusan. Hari terbebasnya dari tirani. Sejak hari itu aku mulai bisa mengenakan jilbabku secara penuh, walau masih dalam keterbatasan. Aku ingin cepat bekerja agar aku bisa juga terbebas dari belenggu orang tuaku. Agar aku bisa lebih leluasa menentukan langkah hidupku.

Mencari pekerjaan pun ternyata tak semudah yang dibayangkan. Dengan percaya diri yang tinggi karena berbekal ijazah dengan nilai yang lumayan, aku bisa menyisihkan saingan-sainganku sesama pelamar kerja. Namun aku selalu jatuh saat wawancara karena mengetahui aku pakai jilbab. Satu lagi batu sandungan menghadang. Tapi aku tak putus asa. Aku terus berusaha dan berdoa.

Alhamdulillah, Allah memberiku rezeki, aku diterima di sebuah perusahaan BUMN sebagai tenaga harian. Setelah aku bekerja, orang tuaku pun lama-lama mendukung aku untuk berjilbab. Aku bisa membeli pakaian-pakaian panjang dengan lebih leluasa.

Ya Allah, berikanlah kekuatan agar hamba tetap istiqomah menjalankan semua syariatMu. Berikanlah hamba kekuatan tuk menghadang godaan-godaan dunia yang bisa menghancurkan keistiqomahanku.

Amien.

Nie Troozz

Tidak ada komentar:

Wassalaamu'alaikum